Reporter: Dea Chadiza Syafina, Issa Almawadi | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Industri perbankan harus merogoh kocek lebih mahal untuk membayar iuran tahunan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Maklum, tahun ini perbankan harus membayar membayar penuh (full) tarif pungutan tahunan sebesar 0,045% dari total aset.
Tahun lalu, tarif yang berlaku baru 66% dari tarif seharusnya. Iuran ke OJK juga makin bertambah besar lantaran aset perbankan kian gendut.
Asal tahu saja, pengenaan pungutan OJK tersebut lewat payung hukum Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11/2014. Kebijakan ini masih menuai keberatan sejumlah bankir. Edy Kuntardjo, Direktur Utama Bank Ina Perdana menyatakan, pungutan OJK itu cukup membebani perbankan.
Tahun lalu, Bank Ina membayar iuran ke OJK sebesar Rp 420 juta. Iuran ini membuat biaya dana (cost of fund) Bank Ina meningkat sebesar 0,9%. "Karena tahun ini tarif (full) menjadi 0,045%, maka pungutan yang harus kami bayar mencapai Rp 878 juta," tutur Edy, Selasa (7/4).
Edy merasa, penambahan cost of fund itu, membuat beban bank kecil kian berat. Dia berharap, pengawasan perbankan bisa kembali seperti saat masih dipegang Bank Indonesia (BI). "Karena dulu tanpa pungutan. Dan jadi lebih independen," tutur Edy.
OJK sendiri memberikan kebijakan bagi bank bisa mencicil pembayaran iuran setiap kuartal. Untuk cicilan pertama tahun ini jatuh tempo pada 15 April.
Sementara, Sekretaris Perusahaan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Budi Satria menyatakan, BRI akan tetap mengikuti aturan dan menyesuaikan nya jika ada perubahan. "Sudah ada ketentuannya. Tarifnya pun bisa diketahui publik," imbuh Budi.
Tahun lalu BRI membayar pungutan sekitar Rp 200 miliar kepada OJK. Hingga akhir 2014 aset BRI bernilai Rp 778,01 triliun. Dengan tarif 0,045% BRI harus membayar iuran paling tidak sebesar Rp 350 miliar di tahun ini.
Menanti hasil review
Di pihak lain, manajemen Bank OCBC NISP mengaku pada tahun 2014 sudah membayar pungutan ke OJK sebesar Rp 26 miliar. "Tahun ini kami perkirakan akan mencapai lebih dari Rp 45 miliar," ujar Parwati Surjaudaja, Direktur Utama OCBC NISP.
Meski demikian, Parwati belum mengetahui kepastian apakah tarif pungutan OJK akan tetap sesuai aturan PP Nomor 11/2014 atau tidak. Sebab, OJK sempat mengungkapkan sedang mengkaji ulang ketentuan besaran tarif pungutan setelah mendapat banyak masukan dari para pelaku industri keuangan.
Terkait pengkajian ulang tarif pungutan, Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman Darmansyah Hadad belum bisa menjelaskan secara rinci. "Mengenai review rasio iuran OJK, nanti saja setelah saya dapat angkanya," kata Muliaman.
Sebagai catatan, pada tahun 2014 OJK memperoleh dana operasional sebesar Rp 2 triliun. Selain dari pungutan kepada industri keuangan, sebanyak 48% dana operasional tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pada tahun ini, OJK menargetkan memperoleh dana hingga Rp 3,7 triliun. Dari jumlah itu, negara akan memberikan suntikan dana sebesar 48% dari total kebutuhan pendanaan OJK.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News