Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Kendati Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mengisyaratkan salah satu programnya, yakni jaminan pensiun, baru akan terlaksana paling lambat tahun 2029 nanti, industri dana pensiun belum mau senang dulu.
Pasalnya, kata Ricky Samsico, Humas Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK), belum ada Peraturan Presiden yang mengatur pelaksanaan jaminan sosial tersebut. “Lagipula program jaminan itu bersifat mandatory. Berbeda dengan dana pensiun lembaga keuangan,” ujarnya kepada KONTAN, Jumat (21/2).
Dengan sifatnya yang wajib dan diatur dalam Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional, ada kekhawatiran perusahaan akan mengalihkan jaminan pensiun tenaga kerjanya dari DPLK ke BPJS Ketenagakerjaan. Apalagi, BPJS Ketenagakerjaan sendiri mematok iuran yang tidak sedikit, yaitu sebesar 8% dengan komposisi 5% dari pemberi kerja dan sisanya dari tenaga kerja.
Pemberi kerja sudah barang pasti akan teriak jika harus mengeluarkan banyak biaya. Belum lagi, biaya menyisihkan pesangon tenaga kerja sesuai UU Tenaga Nomor 13 Tahun 2003. “Makanya, kita tunggu saja seperti apa Perpresnya nanti. Jaminan sosial juga harus merangkul industri dana pensiun sehingga pelaksanaannya nanti tidak mengancam kami,” terang Ricky.
Seperti disampaikan Endro Sucahyono, Kepala Divisi Teknis BPJS Ketenagakerjaan tenaga, jaminan sosial bidang ketenagakerjaan terdiri dari empat program. Yaitu jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pensiun. Tiga di antaranya akan segera diterapkan paling lambat Juli 2015, kecuali jaminan pensiun yang dilaksanakan paling lambat tahun 2029 nanti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News