kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.287.000   27.000   1,19%
  • USD/IDR 16.718   -17,00   -0,10%
  • IDX 8.337   18,53   0,22%
  • KOMPAS100 1.160   0,24   0,02%
  • LQ45 848   0,76   0,09%
  • ISSI 288   1,37   0,48%
  • IDX30 443   -2,30   -0,52%
  • IDXHIDIV20 511   -0,47   -0,09%
  • IDX80 130   0,11   0,09%
  • IDXV30 137   0,41   0,30%
  • IDXQ30 141   -0,81   -0,57%

Dana SAL Rp 200 Triliun yang Diguyur ke Bank Himbara Telah Terserap 84%


Kamis, 06 November 2025 / 18:14 WIB
Diperbarui Kamis, 06 November 2025 / 18:21 WIB
Dana SAL Rp 200 Triliun yang Diguyur ke Bank Himbara Telah Terserap 84%
ILUSTRASI. KONTAN/Baihaki/15/8/2024. Kucuran dana jumbo Rp 200 triliun yang berasal dari saldo anggaran lebih (SAL) untuk bank-bank Himbara plus BSI berhasil terserap dengan cepat.


Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kucuran dana jumbo Rp 200 triliun yang berasal dari saldo anggaran lebih (SAL) untuk bank-bank Himbara plus BSI berhasil terserap dengan cepat. Efeknya pun sudah terasa di pasar, meski produktivitasnya tetap perlu dicermati. 

Dirjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu membeberkan, penyaluran dana likuiditas tersebut sudah mencapai Rp 167,6 triliun hingga 22 Oktober 2025. Artinya, bank-bank penerima telah merealisasikan kisaran 84% dari target. 

Menurut catatan Febrio, PT Bank Mandiri Tbk (Mandiri) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) sudah berhasil menyalurkan 100% dari Rp 55 triliun jatahnya. Ia bilang penyerapan yang terbilang cepat oleh kedua bank Himbara ini didorong performa kredit yang bagus. 

Baca Juga: BNI Catat Penyaluran KUR Perumahan Rp 40,7 Miliar dalam Dua Minggu Sejak Diluncurkan

“Jadi bank-bank yang masih punya permintaan kredit yang baik terbantu dengan dana ini,” sebut Febrio, Rabu (5/11/2025). 

Direktur Utama BRI Hery Gunardi menjelaskan, penyaluran utamanya diarahkan kepada segmen mikro, termasuk melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR), yakni sebesar Rp 28,1 triliun. Di posisi penyaluran terbesar kedua ada segmen korporasi, dengan nominal Rp 11,1 triliun,

Kemudian, segmen komersial dan konsumer masing-masing menerima Rp 10,1 triliun dan Rp 6,6 triliun. Hery menjelaskan, penyaluran untuk kedua segmen ini utamanya ditujukan untuk mendorong penguatan aktivitas ekonomi masyarakat. 

“Melalui dukungan pembiayaan bagi pelaku usaha berskala menengah, alokasi ini diharapkan dapat menjaga daya beli dan memastikan roda ekonomi tetap bergerak di berbagai lapisan,” kata Hery saat dihubungi Kontan, Kamis (6/11/2025). 

Sementara itu, dalam catatan Febrio PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) berhasil menyalurkan sebesar Rp 37,4 triliun atau 68% dari jatah Rp 55 triliun, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) sebesar Rp 10,4 triliun atau 41% dari jatah Rp 25 triliun, dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) sebesar Rp 9,9 triliun atau 99% dari jatah Rp 10 triliun. 

Kepada Kontan, Direktur Utama BSI Anggoro Eko Cahyo memperbarui datanya. Kata Anggoro, jatah dana BSI sudah terserap penuh per Oktober 2025. Dana tersebut tersalur dalam bentuk pembiayaan produktif seperti ke ekosistem UMKM, Koperasi Desa Merah Putih (KDMP), produk lain gadai dan cicil emas, serta griya non ASN. 

“Hingga Oktober 2025, dana saldo anggaran lebih (SAL) telah terserap habis. Dalam menyalurkan pembiayaan dana tersebut, BSI tetap mengedepankan aspek prudensialitas agar kualitas pembiayaan sehat dan sustain,” jelas Anggoro. 

Pun, Direktur Utama BTN Nixon Napitupulu memastikan progres penyaluran sudah hampir rampung. “Kita sudah ekspansi hampir Rp 25 triliun per akhir Oktober,” ungkapnya. 

Produktivitas Tetap Perlu Diperhatikan

Cepatnya penyerapan dana likuiditas ini mencerminkan dua hal, menurut Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef Rizal Taufikurahman. 

“Artinya mesin intermediasi perbankan kembali hidup, tetapi juga mengisyaratkan tekanan kebutuhan pembiayaan di sektor riil yang kian mendesak,” ujarnya. 

Lebih lanjut, Rizal bilang penyerapan yang gesit menegaskan bahwa permintaan kredit bukan semata karena dorongan kebijakan, melainkan karena kebutuhan likuiditas yang sesungguhnya. 

Pun, menurutnya efek penyaluran dana ini sudah terlihat dari pertumbuhan uang beredar dalam artian luas (M2) yang mencapai 8,0% secara tahunan (year-on-year/YoY), lebih tinggi dibanding pertumbuhan Agustus 2025 yang sebesar 7,6% YoY. Artinya, uang mulai berpindah dari kas bank ke sektor produktif. 

Kendati begitu, Rizal tetap mewanti efek lanjutan dari kecepatan realisasi ini. Menurutnya, lonjakan likuiditas tanpa penguatan produktivitas bisa berujung pada jebakan likuiditas baru, di mana dana terserap cepat tetapi tak memperkuat daya tahan ekonomi rakyat dalam jangka panjang. 

Secara keseluruhan, Rizal bilang efek nyata dari suntikan likuiditas ini baru bakal nampak pada kuartal IV-2025 dan kuartal I-2026, ketika konsumsi mikro dan investasi kecil mulai naik. 

Tambahan Dana

Baca Juga: Klaim Asuransi Kredit dan Asuransi Kesehatan Tinggi, Simak Strategi Antisipasi AAUI

Febrio menyebut bank-bank yang sudah kelar menyalurkan dana likuiditas sempat meminta tambahan dana. “Mereka sudah minta lagi. Kami bilang, kami akan evaluasi,” katanya. 

Terkait itu, Rizal menilai rencana penambahan dana baru sebaiknya tidak direspons secara politis, tetapi berbasis kinerja penyaluran. 

Dalam artian, bank-bank yang mampu menyalurkan cepat dan tepat ke sektor produktif dapat diberi ruang tambahan, sedangkan yang hanya memperbesar neraca perlu dikoreksi. 

Menurutnya besaran tambahan Rp 50 hingga 100 triliun masih rasional. Asalkan, diarahkan ke sektor dengan efek pengganda besar, yakni UMKM, pangan, energi hijau, dan perumahan rakyat. 

“Bukan sekadar kredit konsumtif,” tegas Rizal. 

Baca Juga: BNI Catat Penyaluran KUR Perumahan Rp 40,7 Miliar dalam Dua Minggu Sejak Diluncurkan

Selanjutnya: Kadin: Formula UMP 2026 Perlu Berbasis Produktivitas

Menarik Dibaca: 5 Fase Kehidupan Ini Sebaiknya Sudah Terlindungi Asuransi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×