Reporter: Ferry Saputra | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek sempat mengungkapkan target dana kelolaan bisa mencapai Rp 1.000 triliun pada 2026. Mengenai hal itu, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Pramudya Iriawan Buntoro mengatakan target tersebut masih sesuai dan optimistis dapat diupayakan.
"Kalau dana kelolaan masih bisa on the track. Insyaallah. Sekarang target masih Rp 1 000 triliun," kata Pramudya, saat ditemui di kawasan Alam Sutra, Tangerang, Kamis (23/10/2025).
Pramudya mengungkapkan, BPJS Ketenagakerjaan saat ini telah membukukan dana kelolaan sebesar Rp 860 triliun.
Baca Juga: BPJS Kesehatan Tegaskan Dana Rp 20 Triliun Bukan untuk Hapus Tunggakan Iuran
Lebih lanjut, BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek menyatakan tengah berfokus menggarap sektor informal atau Bukan Penerima Upah (BPU). Pramudya berharap sektor tersebut bisa mengikuti dua program yang berkaitan langsung dengan hari tua atau pensiun, yakni Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP).
Pramudya tak memungkiri memang saat ini yang menjadi pekerjaan rumah untuk menambah kepesertaan datang dari sektor informal dan pekerja platform digital yang sedang berkembang.
Dia menerangkan, tantangan yang dihadapi untuk menggaet pekerja-pekerja platform digital atau sektor informal, salah satunya adalah mengatur soal mekanisme iurannya.
Pramudya menjelaskan, BPJS Ketenagakerjaan sebenarnya sudah melakukan pendekatan iuran berdasarkan penghasilan untuk para pekerja informal.
Dia menambahkan, itu salah satu pendekatan yang bisa dilakukan dan sudah coba di Indonesia. Hanya saja, sekarang tinggal mencari pengembangan dan desain yang cocok, sehingga peserta dari sektor informal bisa terserap dengan baik.
"Dengan demikian, kami harus memeriksa kembali program pensiun seperti apa yang memang cocok dengan kelompok-kelompok masyarakat di sektor informal," ujarnya.
Dengan upaya yang dilakukan saat ini untuk sektor informal, Pramudya berharap 2 program pensiun yang dimiliki BPJS Ketegakerjaan dapat memiliki lebih banyak peserta pada 2030.
Sementara itu, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, perlu adanya andil pemerintah dari sisi regulasi demi menambah jumlah kepesertaan, termasuk sektor informal. Apabila penguatan regulasi kesepertaan bisa terealisasi, tentu makin mudah BPJS Ketenagakerjaan menggaet peserta baru.
Baca Juga: Laju Penurunan Saham Big Banks Tertahan Aksi Akumulasi BPJS Ketenagakerjaaan
Sebab, menurutnya, dengan kondisi saat ini yang mana masih adanya fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan belum kuatnya regulasi, masih agak berat untuk BPJS Ketenagakerjaan meraih dana kelolaan Rp 1.000 triliun.
Dia menyebut, apabila pemerintah bisa memastikan adanya regulasi yang kuat dalam hal kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, tentu terbuka peluang untuk BPJS Ketenagakerjaan menambah nilai dana kelolaan.
Selain dari sisi regulasi untuk menggaet kepesertaan, Timboel mengatakan pemerintah harus mengupayakan kembali agar fenomena PHK tak terjadi sehingga klaim Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) tak banyak keluar. Dengan demikian, dana kelolaan bisa berkelanjutan.
"Jangan sampai nanti makin banyak PHK, itu jadi dibayarkan terus (klaim) sehingga tergerus dana kelolaan. Ditambah perlu adanya upaya pembukaan lapangan kerja baru yang terus dilakukan," ungkap Timboel.
Selanjutnya: RUPSLB GMFI Restui Rights Issue dan Inbreng Lahan dari API Senilai Rp 5,6 triliun
Menarik Dibaca: IHSG Diperkirakan Terkoreksi, Ini Rekomendasi Saham MNC Sekuritas (27/10)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













