Reporter: Yuwono Triatmodjo | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. PricewaterhouseCoopers (PwC) merilis survei tentang kondisi perbankan Indonesia tahun 2017. Hasil survei kali ini terlihat jelas risiko kredit (credit risk) menjadi ketakutan bankir dalam menjalankan fungsi intermediasinya.
Dalam hasil survei yang diterima KONTAN, Selasa (16/5) tampak, alasan risiko kredit menempati urutan pertama sebagai penghambat laju kredit bank di tahun ini. Disusul tekanan margin, pelemahan permintaan kredit, likuiditas, regulasi dan jalur pemasaran (sales channels).
Asal tahu saja, bobot risiko kredit sebagai alasan penghambat laju pertumbuhan pinjaman, menunjukkan tren naik sejak tahun 2013. Bila pada tahun 2013 silam, risiko kredit hanya mendapat suara dari 34% responden, pada tahun ini jumlahnya meningkat menjadi 94%.
Meski demikian, dari hasil survei PwC itu juga terlihat mayoritas atau sebanyak 55% responden masih optimistis kredit bisa naik 10% ke atas. Bahkan 23% responden meyakini kredit bisa meningkat di atas 15%.
Kondisi ini tentu juga terkait dengan ekspektasi responden terhadap penurunan margin bunga bersih atawa net interest margin (NIM). Survei PwC menunjukkan, sebanyak 54% responden memprediksi terjadi penurunan NIM perbankan.
Pada saat bersamaan, sebanyak 46% responden meyakini rasio kredit macet alias non performing loan (NPL) pada tahun ini akan turun. Sedangkan, yang memprediksi NPL bakal meningkat hanya 17% dari total responden. Selebihnya memperkirakan posisi NPL tetap sama seperti tahun 2016.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News