Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Warga kelas menengah bawah di Indonesia kian terhimpit. Hal ini terlihat dari saldo simpanan segmen menengah bawah yang terus mengalami perlambatan pertumbuhan.
Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) simpanan dengan nominal kurang dari atau sampai dengan Rp 100 juta di perbankan hanya tumbuh 4,8% secara tahunan per Juli 2025, melambat dari bulan sebelumnya yang tumbuh 4,9% dan pada Desember 2024 yang naik 5,1%.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira pun mengamini, kelas menengah disebut yang paling terjepit karena mereka tidak mendapatkan bantuan sosial sebanyak penduduk miskin, dan tidak mendapatkan insentif perpajakan seperti perusahaan-perusahaan ataupun investor.
"Data juga menunjukkan bahwa disposable income itu terus mengalami penurunan yang artinya makin banyak uang itu untuk pembayaran pajak, pungutan, iuran setelah gaji. Jadi uang yang bisa dibelanjakan makin berkurang, mencari kerja terutama lapangan kerja di sektor formalnya juga semakin terbatas," jelas Bhima kepada Kontan.co.id, Rabu (3/9/2025).
Menurut Bhima, faktor itu semua yang pada akhirnya membuat terjadinya fenomena "shrinking middle class", jadi jumlah kelas menengahnya semakin menurun dan ini yang membuat simpanan di perbankan untuk kelas menengahnya juga semakin drop, porsinya semakin kecil.
Baca Juga: Masih Terjadi Fenomena Makan Tabungan, Simpanan Masyarakat Kecil di Perbankan Susut
Bhima pun menyarankan kepada pemerintah agar segera mengeluarkan kebijakan untuk menstimulus daya beli kelompok menengah. Seperti, dengan penurunan PPN dari 11% menjadi 8% berlaku untuk barang-barang, kemudian juga menaikkan PTKP atau penghasilan tidak kena pajak menjadi Rp 7 juta per bulan, sehingga ada disposable income yang bisa dibelanjakan.
"Terus ada lagi bantuan-bantuan subsidi bahkan bantuan tunai bukan hanya pada pekerja formal tapi juga bantuan subsidi upah (BSU) untuk pekerja informal," tambahnya.
Selain itu, kata Bhima banyak juga kelas menengah yang hidupnya di sektor-sektor gig ekonomi, jadi harus ada pengaturan yang lebih adil dari sisi platform, kebijakan platform, pengutan-pengutan sehingga memang uang yang bisa ditabung bisa lebih banyak.
"Karena dengan uang yang ditabung lebih meningkat itu menunjukkan bahwa kelas menengah punya dana darurat. Kelas menengah lebih siap jika terjadi guncangan ekonomi," katanya.
Sementara itu, Head of Deposit Product Management PT Bank Mandiri Tbk, Mega Ekaputri Pujianto mengakui, nasabah memang cenderung lebih selektif dalam menempatkan dananya, dengan prioritas menjaga likuiditas dan kebutuhan konsumsi rumah tangga.
"Ke depan, tren simpanan masyarakat menengah diperkirakan masih menghadapi tekanan, seiring tantangan pelemahan daya beli dan meningkatnya risiko ketidakpastian seperti PHK di beberapa sektor," ungkapnya.
Adapun simpanan nasabah segmen menengah di Bank Mandiri hingga pertengahan tahun ini relatif masih tumbuh positif di atas 7% sampai dengan Mei 2025 secara YoY. Meskipun kata Mega dalam tekanan perlambatan daya beli masyarakat.
Baca Juga: Simpanan Nasabah Jumbo di Bank Menyusut, Ini Penyebabnya
"Pertumbuhan simpanan segmen ini tidak setinggi periode sebelumnya, namun tetap menunjukkan ketahanan di tengah kondisi ekonomi yang menantang," ucapnya.
Namun demikian, Bank Mandiri optimistis minat menabung akan berangsur membaik, terutama sejalan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional yang tetap positif serta meningkatnya literasi dan inklusi keuangan.
Dengan kondisi tersebut, perseroan menargetkan pertumbuhan simpanan ritel, termasuk segmen menengah, dapat tetap berada di kisaran 6% YoY dan tumbuh sehat sepanjang tahun ini.
Adapun Retail Funding Division Head BTN Frengky Rosadrian bilang, berdasarkan data pada Juni 2025, pertumbuhan dana tabungan kelas menengah BTN menunjukkan pertumbuhan positif baik secara yoy maupun year to date (YtD) dengan masing-masing 1,98% dan 6,65%.
"BTN masih optimis mencapai target pertumbuhan DPK khususnya di segmen perorangan melalui optimasilasi pengelolaan debitur baru dan eksisting, akuisisi nasabah khususnya engine Bale by BTN dan berfokus pada lintas segmen atas, menengah dan bawah termasuk payroll," tuturnya.
Pihaknya juga disebut melakukan peningkatan diversifikasi kepemilikan produk nasabah eksisting, serta pengembangan layanan khususnya layanan digital dalam menggenjot simpanan kelas menengah.
Baca Juga: Simpanan Nasabah Perorangan di Bank Turun, Fenomena Makan Tabungan Berlanjut?
Selanjutnya: Deteksi Dini Gejala Disleksia Terhadap Anak
Menarik Dibaca: Kenapa Sunscreen Menggumpal? Ini 6 Penyebab Sunscreen Pilling yang Harus Diketahui
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News