Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Handoyo .
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk menyatakan kesiapan bila regulator mempercepat normalisasi kebijakan restrukturisasi kredit. Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin menyatakan sisa kredit yang direstrukturisasi mencapai Rp 69,7 triliun. Nilai itu terus turun dari total kredit yang sudah dapat kelonggaran sebesar Rp 138 triliun.
“Sebagiannya sudah lunas, kembali dibayar, dan ada juga yang balik normal. Kita asumsikan kebijakan relaksasi itu akan berakhir Maret 2022. Sehingga dari 2020 hingga sekarang, kita menganut konsep yang konservatif untuk kredit restrukturisasi mulai dari low, medium, hingga high risk,” ujar Siddik pada pekan lalu.
Ia menyatakan, Bank Mandiri memilih mencadangkan kredit restrukturisasi yang tergolong high risk untuk kredit yang lebih berisiko mengalami pemburukan setiap bulan. Walaupun secara aturannya, tidak perlu dibentuk pencadangan.
Bank juga memilih menetapkan kredit restrukturisasi sebagai non performing loan (NPL) bagi nasabah yang susah kembali kembali normal. Ia berharap dengan langkah ini, Bank Mandiri tidak akan mengalami NPL shock saat normalisasi kebijakan dilakukan.
Baca Juga: Perbesar Bisnis Modal Ventura, Bank BCA Suntik Dana Rp 400 Miliar ke Anak Usaha
Seiring dengan itu, Bank Mandiri melakukan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) sebesar Rp 15,2 triliun termasuk untuk kredit restrukturisasi. Sedangkan cost of credit (CoC) Bank Mandiri turun dari 2,2% menjadi jadi 1,9%.
“Kebutuhan untuk menambah CKPN makin berkurang karena ekonomi makin pulih dan kemampuan tim kami di lapangan Kelola restrukturisasi makin baik. Kemudian, NPL di Bank Mandiri membaik menjadi 2,8% dibandingkan 3,1% di 2020,” paparnya.
Ia mengklaim, kredit yang akan jatuh ke NPL semakin berkurang. Seiring dengan upaya bank menyalurkan kredit baru ke sektor yang mulai pulih dan unggulan di setiap daerah. “Loan at rsik (LAR) termasuk covid-19 di 2021 ada di level 17,75% turun dari 2020 pada angka 22,3%. Angka itu diharapkan terus turun target kami sih 15% atau lebih baik,” jelasnya.
Adapun Direktur Manajemen Risiko BNI, David Pirzada menyatakan berakhir masa relaksasi restrukturisasi kredit tidak akan menjadi masalah. BNI akan memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi untuk tingkatkan kualitas kredit 2022.