Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang sembilan bulanpertama tahun 2025, kinerja keuangan bank-bank milik negara (Himbara) di bawah Danantara tampak kurang bertenaga jika dibandingkan dengan kinerja bank yang dimiliki oleh swasta. Pasalnya, mayoritas laba bank-bank pelat merah ini melanjutkan tren menurun yang sudah terjadi sejak awal tahun.
Ambil contoh, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) yang pada periode Januari hingga September 2025 tercatat senilai Rp 40,8 triliun atau menurun dari periode sama tahun sebelumnya sekitar 9,51%. Meski demikian, kinerja ini lebih baik dari periode semester I-2025 yang mencatatkan penurunan laba 11,53% YoY.
Menariknya, BRI ini tak lagi menyandang status bank dengan laba terbesar di Indonesia. Padahal, dalam beberapa tahun terakhir, BRI konsisten menjadi juara. Dus, posisinya kini sudah disusul oleh PT Bank Central Asia Tbk (BCA) sejak pertengahan tahun kemarin.
Baca Juga: Menjaga Kinerja Bank Milik Danantara di Tengah Penugasan Program Prabowo
Sebagai informasi, kinerja bank swasta terbesar di Indonesia ini kini juga memiliki laba terbesar dengan mencapai Rp 43,4 triliun. Bahkan, BCA juga mampu meningkatkan laba tersebut dari periode sama tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp 41,1 triliun.
BCA bukan satu-satunya bank swasta yang mencatatkan pertumbuhan laba di periode ini. PT Bank Permata Tbk (BNLI) dan PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) juga mencatat kenaikan laba, masing-masing 3,48% YoY dan 2,63% YoY.
Di kalangan bank milik Danantara, sejatinya ada bank yang juga mampu meningkatkan labanya. Misalnya, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) dengan pertumbuhan laba sekitar 9,05% YoY menjadi Rp 5,6 triliun. Dengan catatan, laba BSI secara kuartalan mengalami penurunan 1,85%.
Direktur Utama BRI Hery Gunardi mengungkapkan bahwa setidaknya hingga akhir tahun, manajemen akan menjaga bahwa kinerja bank yang dekat dengan wong cilik ini bisa sesuai dengan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) yang sudah disusun sejak awal tahun.
Salah satunya adalah menjaga pertumbuhan kredit di kisaran 7% hingga 9%. Adapun, hingga September 2025, pertumbuhan kredit BRI masih di bawah target, tepatnya hanya tumbuh 6,28% YoY menjadi Rp 1,438 triliun.
“Sejauh ini sampai dengan kuartal ketiga ini kita melihat banyak sekali signal yang positif ya terhadap pertumbuhan PRI. Dari dana masyarakat, kami terus gencar juga pertumbuhan dana murah,” ujarnya, Kamis (30/10).
Sementara itu, Presiden Direktur BCA Hendra Lembong mengungkapkan bahwa saat ini kinerja hingga September 2025 masih sejalan dengan target. Di mana, BCA menargetkan kredit tumbuh 6% hingga 8% dan per September 2025 tercatat kredit sudah tumbuh 7,64% YoY.
“Pertumbuhan kredit akan sekitar itu dan kemungkinan besar tidak mencapai double digit,” ujarnya.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus bilang sejatinya bank milik pemerintah ini tentu memang ada faktor beban penugasan program-program pemerintah. Namun, tentu hal tersebut tak bisa dihindari karena negara merupakan pemegang saham pengendalinya.
Baca Juga: OJK Ingatkan Bank Danantara Hati-Hati Menentukan Bunga Deposito Valas
Kalaupun memang kurang baik untuk saat ini, Nico melihat secara jangka panjang ketika program-program andalan dijalankan dengan baik, tingkat risiko juga dikelola dengan baik, hal ini tentu akan memberikan dampak yang positif secara jangka menengah hingga panjang.
Dus, tahun depan ia melihat harusnya kondisi ini sudah menjadi lebih baik secara tekanan. Dengan catatan, akan tergantung dengan sentimen yang akan hadir khususnya dari sisi rencana kerja pemerintah.
“Kami berharap awal tahun depan, apa yang diberikan Menteri Keuangan sudah membuahkan hasil, hal ini yang akan membantu memperbaiki kinerja bank,” ujar Nico.
Sementara itu, Investment Analyst Edvisor Provina Visindo, Indy Naila melihat dalam era penurunan suku bunga ini, bank swasta bisa lebih agresif dalam profitabilitas dengan dana murah yang terjaga. Beda dengan bank pelat merah yang belum seagresif itu meskipun sudah ada stimulus-stimulus penggerak ekonomi.
Hanya saja, kalau berbicara terkait pergerakan sahamnya, Indy mengingatkan bahwa ada beberapa saham bank swasta yang memiliki valuasi tinggi. Oleh karenanya, ia bilang perlu selektif untuk memilih saham-saham bank swasta.
“Bank swasta menarik tetapi selektif seperti BBCA atau BNGA namun untuk jangka panjang diharapkan bank pemerintah juga bisa pulih,” tambahnya.
Setali tiga uang, Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Ekky Topan berpendapat bahwa secara keseluruhan, perbedaan kinerja saat ini lebih mencerminkan perbedaan model bisnis dan siklus ekspansi, bukan pelemahan fundamental. Sektor perbankan besar, baik bank milik Danantara maupun swasta, masih menjadi tulang punggung pasar dan layak diakumulasi secara selektif.
Ia menjelaskan bank-bank pelat merah masih menarik dari sisi investasi karena menawarkan dividen yield yang relatif tinggi, sehingga tetap menjadi pilihan investor jangka menengah hingga panjang yang mencari potensi income return. Sementara bank swasta lebih menarik bagi investor yang fokus pada pertumbuhan laba dan efisiensi jangka pendek.
“BBRI dan BMRI berpotensi mencatat pemulihan laba lebih kuat seiring tren penurunan suku bunga dan potensi ekspansi kredit di 2026, sementara BBCA dan BNGA bisa menjadi pilihan defensif di tengah kondisi pasar yang fluktuatif,” ujarnya.
Selanjutnya: Penutupan Pemerintahan AS Hambat Investigasi FBI, Ancam Keamanan Nasional
Menarik Dibaca: 6 Mitos Tentang Diabetes yang Paling Umum, Jangan Percaya!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













