Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penertiban kawasan hutan yang melibatkan lahan kebun sawit dapat memberikan efek domino bagi kualitas kredit di sektor tersebut. Pasalnya, penertiban tersebut berpotensi menurunkan produktivitas Crude Palm Oil (CPO) jika tak kunjung mendapat solusi penyelesaian.
Di industri perbankan sendiri, kredit ke sektor kelapa sawit masuk dalam sektor Pertanian, Perburuan dan Kehutanan. Di sektor tersebut, rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) sedang dalam tren yang meningkat.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), NPL kredit perbankan ke sektor Pertanian, Perburuan dan Kehutanan tercatat mencapai 2% per Januari 2025. Ini menjadi tingkat NPL tertinggi untuk sektor tersebut selama lima bulan terakhir.
Hanya saja, jika dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya, NPL untuk sektor tersebut mengalami sedikit penurunan. Pada Januari 2024, NPL di sektor yang di dalamnya termasuk kelapa sawit ada di level 2,02%.
Dari sisi penyaluran kreditnya, data Bank Indonesia (BI) mencatat kredit ke sektor Pertanian, Perburuan dan Kehutanan mencapai Rp 553 triliun per Februari 2025. Kontribusinya terhadap total kredit sejatinya masih tergolong kecil yaitu sekitar 7,19%.
Baca Juga: Kredit Menganggur Perbankan Kian Menggunung
Dadi Budiana, Risk Management Director, PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) membenarkan bahwa situasi tersebut memang bisa berdampak pada kualitas kredit di sektor kelapa sawit. Namun, ia menegaskan risiko kredit tersebut tak tampak di debitur Bank Danamon.
“Sejauh ini, debitur-debitur kami tidak terpengaruh oleh penertiban kawasan ini,” ujar Dadi, Senin (21/4).
Ia juga menjelaskan bahwa selama ini eksposur Bank Danamon untuk kredit ke sektor kelapa sawit tidak besar, bahkan di bawah 5% dari total kredit mereka. Sebagai informasi, kredit Bank Danamon per Februari 2025 tercatat senilai Rp 157,1 triliun.
Dadi bilang pihaknya selama ini cukup selektif untuk memberikan kredit ke sektor kelapa sawit ini. Di sisi lain, ia menyebutkan tidak ingin memiliki konsentrasi yang terlalu besar untuk satu sektor dan mementingkan diversifikasi.
“NPL kami sangat kecil, tidak sampai 0,1%,” tambahnya.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk Lani Darmawan bilang, bank sudah melakukan back testing untuk portofolio-portofolio yang kemungkinan memiliki risiko tinggi. Hasilnya, ia melihat tidak ada risiko tinggi yang terkonsentrasi pada sektor tertentu.
Ia menambahkan saat ini lebih bersifat netral untuk appetite dalam menyalurkan kredit ke kelapa sawit. Menurutnya, hal terpenting adalah mengetahui bahwa debitur melaksanakan bisnisnya dengan baik.
Baca Juga: Transaksi Kartu Kredit Bank Mandiri (BMRI) Tumbuh 23% Hingga Maret 2025
“Sejauh kami mengenal management yang melaksanakan dengan baik termasuk amdal,” ujar Lani.
EVP Corporate Communication and Social Responsibility PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Hera F. Haryn bilang per Desember 2024, eksposur kredit BCA ke sektor kelapa sawit tersertifikasi ISPO dan/atau RSPO memiliki tren yang cenderung stabil dengan kualitas kredit yang terjaga dengan baik.
Ia juga bilang selalu mendukung berbagai kebijakan pemerintah, regulator, serta otoritas perbankan dalam rangka meningkatkan nilai tambah produk kelapa sawit dalam negeri sehingga berkontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
“BCA menerapkan Early Warning System dalam rangka mendeteksi potensi debitur bermasalah, untuk dilakukan langkah-langkah mitigasi selanjutnya guna meminimalkan risiko kredit bermasalah,” tambahnya.
Selanjutnya: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Terancam Tertekan Akibat Kebijakan Tarif Impor AS
Menarik Dibaca: Harga Emas Pegadaian Hari Ini 22 April 2025: Antam Naik Rp 26.000, UBS Naik Rp 24.000
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News