Reporter: Christine Novita Nababan |
JAKARTA. Sepanjang tahun lalu, hampir semua industri keuangan mencatatkan kinerja yang apik. Namun, nasib berbeda terjadi di asuransi umum. Mungkin, keuntungan di industri ini akan berkurang. Penyebabnya, terjadi peningkatan combined ratio yang sangat signifikan dari 81,88% pada 2009 menjadi 90,2% di tahun 2010.
Asal tahu saja, combined ratio merupakan salah satu parameter Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dalam mengukur kesehatan keuangan sebuah perusahaan asuransi. Untuk menghitung rasio tersebut, kita membandingkan jumlah rasio klaim dan biaya operasional dengan pendapatan premi.
Semakin tinggi nilai combined ratio, potensi laba yang masuk ke kantong perusahaan asuransi semakin kecil. Bahkan, bila nilainya melebihi 100%, artinya perusahaan itu bakal merugi.
Nah, berdasarkan angka combined ratio, tahun 2009 lalu, industri perasuransian umum berpotensi mendapatkan laba sekitar 18,12% dari premi neto. Namun, tahun 2010, potensinya menipis menjadi 9,8%.
Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK, Isa Rachmatarwata mengakui, terjadinya peningkatan combined ratio tersebut. Menurut dia, tahun lalu, peningkatan biaya operasional dan klaim tidak sebanding dengan kenaikan pendapatan premi.
Lihat saja, per 31 Desember 2010, pendapatan premi asurnasi umum hanya meningkat 22% menjadi Rp 35,06 triliun. Dari jumlah itu, rasio klaim mencapai 44%, naik dari kondisi tahun 2009 yang hanya 42%. Sementara, rasio biaya operasional di 2010 naik tinggi menjadi sekitar 46%. Tahun sebelumnya kurang dari 40%. "Combined ratio memang naik, tapi masih aman," kata Isa, akhir pekan kemarin.
Kondisi ini industri asuransi jiwa lebih baik. Mereka memiliki angka combined ratio yang lebih rendah, hanya 77,9% di 2010. Padahal, rasio klaim di asuransi jiwa naik cukup tinggi, dari 63,3% di 2009 jadi 68,5% di tahun 2010.
Biaya lebih tinggi
Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Kornelius Simanjuntak mengakui adanya kenaikan biaya. Ini terjadi lantaran perusahaan asuransi umum harus menanggung biaya yang lebih banyak dibandingkan di asuransi jiwa. "Tenaga pemasaran asuransi umum masih membebankan biaya transportasi hingga entertaintment calon nasabah ke perusahaan. Sedangkan di asuransi jiwa berasal dari kantong pemasaran itu sendiri," terang Kornelius.
Asuransi umum juga semakin terbebani peningkatan gaji karyawan setiap tahun. Ini merupakan dampak dari kenikan inflasi dan penyesuaian terhadap kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Di sisi lain, asuransi jiwa sudah berhasil mendiversifikasi jalur pemasaran. Antara lain melalui jalur perbankan, telemarketing, dan direct marketing. Sedangkan asuransi umum lebih banyak memakai agen dan broker yang lebih mahal.
Tapi, secara nasional, industri asuransi masih bertumbuh tahun lalu. Aset asurnasi naik 27% menjadi Rp 231,02 triliun. Perinciannya aset asuransi umum Rp 47,93 triliun dan aset asuransi jiwa sebesar Rp 183,09 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News