Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sembari menanti kinerja di kuartal III-2024, bank-bank telah menerbitkan laporan bulanannya hingga Agustus 2024. Setidaknya, itu bisa menjadi gambaran kinerja bank hingga kuartal 3-2024 nantinya.
Secara urutan, bank dengan laba terbesar tak berubah. Hanya saja, yang bisa menjadi sorotan adalah pertumbuhan laba mereka yang masih tertekan dengan hanya tumbuh single digit.
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) masih mampu mempertahankan posisinya sebagai bank dengan laba terbesar. Pada periode tersebut, bank yang dekat dengan wong cilik ini telah membukukan laba bank only senilai Rp 36,21 triliun dan hanya tumbuh 4% secara tahunan (YoY).
Baca Juga: BNI Optimistis Kinerjanya Tumbuh Positif di Kuartal III-2024
Pendapatan bunga bersih tumbuh 3% YoY menjadi Rp 73.64 triliun dan tetap sebagai kontributor utama dari total pendapatan. Di sisi lain, pendapatan non bunga BRI justru tumbuh signifikan mencapai 37% YoY menjadi Rp 34,21 triliun.
Tapi, BRI perlu menyisihkan biaya provisi yang lebih besar sejalan dengan kondisi kualitas kredit yang dimiliki. Per Agustus 2024, biaya provisi BRI meroket hingga 44% YoY atau menjadi Rp 25,6 triliun.
Menyusul, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menjadi bank dengan laba terbesar kedua hingga delapan bulan di 2024 ini. Seperti diketahui, BCA baru mengambil posisi tersebut pada tahun ini dengan menyalip PT Bank Mandiri Tbk.
Perlu diakui, BCA menjadi satu-satunya bank KBMI 4 yang mencatatkan kinerja paling moncer di 2024 kala biaya dana membebani industri perbankan. BCA mampu menumbuhkan laba bank only hingga Agustus 2024 sekitar 14% YoY menjadi Rp 35,99 triliun, satu-satunya bank KBMI 4 yang tumbuh double digit.
Pendapatan bunga bersih yang mampu diraih oleh bank swasta terbesar di Indonesia ini mencapai Rp 50,54 triliun. Pertumbuhannya mencapai 9% YoY di saat teman-temannya sesama KBMI 4 tidak bisa mencapai 5% YoY.
Baca Juga: Poles Kinerja BUMN dengan Super Holding
Di sisi lain, kualitas kredit BCA mampu membuat bank tersebut menurunkan beban provisi yang perlu dicatatkan. BCA mencatat biaya provisi turun hingga 25% YoY menjadi Rp 1,28 triliun pada delapan bulan pertama 2024.
Di posisi ketiga, ada Bank Mandiri dengan laba yang semakin tertinggal dari BCA. Hingga Agustus 2024, Bank Mandiri mencatatkan laba bank only sebesar Rp 33,56 triliun atau tumbuh sekitar 6% YoY.
Pendapatan bunga bersih dan pendapatan non bunga yang dicatatkan oleh bank berlogo pita emas ini hanya tumbuh 4% YoY. Pendapatan bunga bersih tetap mendominasi sebesar Rp 49,52 triliun dan pendapatan non bunga hanya senilai Rp 18,06 triliun.
Biaya provisi yang dicatatkan Bank Mandiri pun juga ikut mengalami kenaikan sekitar 5% YoY. Nilainya dari Agustus 2024 senilai Rp 5,73 triliun naik menjadi Rp 6,05 triliun di periode Agustus 2024.
Terakhir, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) tetap menempati posisi bontot di kalangan bank KBMI 4. Laba bank only dari BNI bisa terbilang sangat jauh di antara bank KBMI 4 lainnya karena hanya mencapai Rp 14,22 triliun dan hanya naik 4% YoY.
Baca Juga: Sekuritisasi Aset Jadi Opsi Terakhir Bank
Nasibnya pun juga berbeda dengan teman-temannya di bank KBMI 4 karena justru mengalami koreksi dalam hal pendapatan bunga bersih sekitar 7% YoY. Nilainya dari Rp 27,43 triliun menjadi Rp 25,56 triliun.
Untungnya, BNI bisa menurunkan biaya provisi yang membuat bank berlogo 46 ini tetap mencatatkan pertumbuhan laba. Biaya provisi BNI di periode Agustus 2024 terkoreksi 27% YoY menjadi Rp 4,51 triliun.
Analis PT Indo Premier Sekuritas Jovent Muliadi dan Anthony dalam riset terbarunya (30/9) menilai pertumbuhan laba bank-bank KBMI 4 sejatinya masih tergolong baik. Terbantu dengan pendapatan operasional sebelum provisi yang juga naik, terkecuali BNI yang mengalami penurunan pendapatan bunga bersih.
Secara agregat 4 bank besar, mereka mampu membukukan pertumbuhan laba bersih bank only tersebut secara keseluruhan sebesar 7% YoY atau 6% secara bulanan. Nilai total hingga Agustus 2024 mencapai Rp 120 triliun.
“Ini sedikit mengalahkan perkiraan atau konsensus kami sebesar 4% hingga 5%,” tulis mereka dalam risetnya.
Di sisi lain, mereka juga menyoroti Net Interest Margin (NIM) yang memang tengah tertekan. Secara keseluruhan, NIM mereka berada di 5,6% atau turun 27 basis poin secara tahunan. Ini karena biaya dana yang lebih tinggi dengan naik 52 basis poin secara tahunan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News