kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.308.000 -0,76%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Laba perbankan pada paruh kedua 2020 diprediksi turun


Sabtu, 22 Agustus 2020 / 08:54 WIB
Laba perbankan pada paruh kedua 2020 diprediksi turun
ILUSTRASI. Petugas kasir menggunakan mesin EDC untuk transaksi kartu kredit konsumen di salah satu ritel di Jakarta, Rabu (15/4). Jumlah kartu kredit beredar di Indonesia terlihat masih meningkat di tengah penyebaran virus corona. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Covid-19 telah memukul kinerja semester I 2020 perbankan di Indonesia. Semua bank besar mengalami penurunan perolehan laba bersih akibat melorotnya margin bunga bersih (Net interet margin/NIM).

NIM semakin tergerus di tengah fokus perbankan menyelamatkan debiturnya agar bisa bertahan menghadapi pandemi. Program restrukturisasi kredit yang dilakukan bank untuk membantu debitur tersebut berimbas pada tidak diterimanya pendapatan bunga tahun ini.

Empat bank pelat merah kompak membukukan penurunan net profit. PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) mencatat perlambatan terdalam yakni 41%, disusul PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) dengan penurunan 40%, lalu BRI melorot 36,9%, dan Bank Mandiri koreksi 23,9%.

Baca Juga: ICBP raih fasilitas pinjaman sindikasi US$ 2,05 miliar, ini peruntukkannya

Dari swasta, bank terbesar di tanah air PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) harus rela labanya turun 4,8%. Bank CIMB Niaga turun 11,7%, Bank Panin turun 18,8%, dan  Bank Danamon ambles 53,4%.

Meski ada relaksasi restrukturisasi kredit dari regulator, namun perbankan masih akan terus mewaspadai resiko kredit ke depan di tengah bayang-bayang ketidakpastian ekonomi. Oleh karena itu, sebagian bank memproyeksi perolehan laba di paruh kedua ini masih akan melambat dari semester pertama.

Bank BRI misalnya menargetkan laba sampai akhir tahun tidak akan bisa dua kali lipat dari capaian di paruh pertama. Haru Koesmahargyo, Direktur Keuangan BRI mengatakan, secara logika jika laba perseroan semester I mencapai Rp 10,2 triliun maka sampai ujung tahun harusnya bisa mencapai dua kali lipat.

Baca Juga: Saham big cap di bursa AS didominasi perusahaan teknologi, Indonesia perbankan

Namun, BRI tidak akan membukukan seluruh pendapatan yang diterima di paruh kedua menjadi laba untuk mengantisipasi ketidakpastian yang ada. "Kami akan mengalokasikan sebagian pendapatan itu untuk jadi pencadangan sebagai bantalan resiko di tengah ketidakpastian ekonomi," ungkap Haru, Rabu (19/8).

Meskipun restrukturisasi kredit terhadap debitur terdampak Covid-19 direlaksasi sehingga tercatat langsung dalam kategori lancar, namun rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) BRI secara konsolidasi per Juni 2020 tercatat naik jadi 3,13% dari 2,52% pada periode yang sama tahun lalu.

Penyumbang utama NPL tersebut dari segmen korporasi non BUMN dan sektornya utamanya dari manufaktur dimana salah satunya sudah tercatat sebagai NPL sejak September 2019. Sunarso, Direktur Utama BRI mengatakan, akan dilakukan pencadangan cukup besar untuk mengantispasi resiko ke depan. Pada paruh pertama, bank coverage ratio bank ini mencapai 200,3%, naik dari 194,6% pada semester I 2019.

BRI melihat kebutuhan kredit masih ada terutama dari segmen UMKM yang menjadi core bisnis perseroan. Sunarso bilang, penyaluran kredit akan terus dilakukan untuk membantu pelaku usaha bangkit kembali namun tetap selektif dan penuh hati-hati.

Baca Juga: Melihat prospek tiga saham perbankan yang masuk top 10 market cap

BNI juga memperkirakan perlambatan laba masih akan berlanjut sampai akhir tahun karena dampak besar dari Covid-19. Bank ini sudah mengajukan revisi Rencana Bisnis Bank (RBB) ke regulator.

Direktur Keuangan BNI, Sigit Prastowo mengatakan, Covid-19 mempengaruhi pertumbuhan kredit, kemampuan perseroan melakukan pemulihan atas kredit hapus buku, dan rasio kredit bermasalah. Pada akhirnya, itu juga bakal mempengaruhi perolehan laba perseroan.

Adanya restrukturisasi dan peningkatan NPL membuat BNI harus membentuk CKPN untuk mengantisipasi resiko. "Sehingga ke depan, kita memproyeksikan profit akan tergerus cukup signifikan karena dua hal itu," ujar Sigit.

Baca Juga: OJK siapkan ketentuan lisensi bank digital, untuk merespons kebutuhan industri

Direktur Keuangan Bank Mandiri Silvano Rumatir menjelaskan, tahun ini pihaknya berkomitmen untuk menjaga kinerja positif tahun ini, baik dari sisi kredit maupun dari perolehan laba. "Tentunya dengan mempertimbangkan kondisi recovery di semester II tahun ini,"ujarnya.

Tahun ini, Bank Mandiri akan fokus mendorong kredit pada Program Ekonomi Nasional (PEN) dan juga sektor yang berprospek baik. Tentunya, sambil fokus pada efisiensi biaya lewat akselerasi teknologi digital. Namun, bank ini hanya bereskpektasi kredit tumbuh satu digit tahun ini.

Bank Mandiri akan mendorong kredit ke usaha produktif samapi akhir tahun seperti farmasi, telekomunikasi dan perdagangan. Seiring dnegan itu, bank ini juga akan terus meningkatkan biaya pencadangan sejalan dengan naiknya risiko kredit. Tercatat biaya CKPN Bank Mandiri naik hingga Rp 10,29 triliun atau sebesar 65,65% secara tahunan.  

Suria Dharma, Kepala Riset Samuel Sekuritas memperkirakan laba bersih bank BUMN sampai ujung tahun akan tetap turun. Perkiraannya net profit semester II belum tentu lebih baik meskipun restrukturisasi sudah melandai dan permintaan kredit mulai naik. "Semester I itu, masih ditopang dari kuartal I yang belum ada efek restrukturisasi," ujarnya.

Baca Juga: Kecil-Kecil Cabe Rawit, di Tengah Pandemi Laba Sejumlah Bank Kecil Malah Melejit

Prediksinya, laba Bank Mandiri kemungkinan akan lebih besar tahun ini dibanding BRI yang selama ini jadi jawara. Pasalnya, restrukturisasi kredit BRI lebih besar sehingga biaya provisinya kemungkinan akan lebih besar. Apalagi, pendapatan bunag bersih bank ini di semester I sudah tumbuh negatif.

Dari sisi saham, Suria melihat saham BBNI dan BMRI lebih menarik dari sisi valuasinya.  Namun,  BBRI dinilai tetap disukai investor karena punya bobot market capital yang sangat besar. Sampai akhir tahun, ia mematok target harga saham BBNI Rp 6.000, BMRI Rp 7.700, BBRI Rp 3.500 dan  BBTN Rp1.500.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×