Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali melempar wacana penggabungan Unit Usaha Syariah (UUS) per wilayah di Indonesia. Hal ini disebabkan karena batas waktu pemisahan (spin off) UUS menjadi Bank Umum Syariah (BUS) bagi bank umum termasuk juga Bank Pembangunan Daerah (BPD) semakin dekat yaitu 7 tahun lagi.
Padahal, kemampuan permodalan masing-masing BPD masih bervariasi. Padahal berdasarkan aturan PBI No 11/10/PBI/2009 mengenai UUS disebutkan bahwa ada syarat modal yang harus dipenuhi bank induk untuk memisahkan unit bisnis syariahnya yaitu berada di BUKU II. Selain itu, BPD juga harus menyediakan Rp 500 miliar untuk suntikan UUS ketika spin off.
Sebagai informasi, berdasarkan catatan KONTAN, dari jumlah total 22 UUS di Indonesia , mayoritas atau 15 UUS (68,18%) di antaranya berasal dari BPD. Namun walaupun jumlahnya mayoritas, tercatat UUS BPD masih kalah bersaing dengan UUS bank umum konvensional dalam hal jumlah kantor jaringan. Tercatat jumlah kantor jaringan UUS BPD hanya 38% dari total kantor seluruh UUS.
Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan IV OJK, Heru Kristiyana mengatakan bahwa untuk menjadi bank syariah yang besar dan kuat, UUS BPD sebaiknya dilakukan merger atau penggabungan. “Tidak ada aturan yang melarang, tinggal pemegang sahamnya, pemerintah provinsi dan pemda mau atau tidak,” ujar Heru kepada KONTAN, Sabtu (17/9).
Terkait dengan pemisahan atau spin off, menurut Heru sudah ada aturan jelas di PBI No 11/10/PBI/2009 tentang unit usaha syariah. Terkait dengan detail bagaimana rencana OJK mengenai merger UUS per wilayah ini, dan ada berapa wilayah nanti yang akan dikelompokkan, Heru belum merinci lebih lanjut.
Namun, beberapa bank syariah menyebut merger UUS BPD ini juga tidak memerlukan aturan tambahan lagi atau bisa dibilang tinggal menunggu kesepakatan masing-masing pemegang saham.