Reporter: Dyah Megasari |
JAKARTA. Surat peringatan yang diterbitkan Bank Indonesia (BI) hari ini soal transaksi valuta asing (valas) sudah mulai diterima oleh perbankan.
Branko Windoe, Kepala Tresuri PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mengaku sudah membaca edaran dari otoritas moneter tersebut.
"Saya sudah terima dalam bentuk softcopy," jelasnya. Menurutnya, aturan ini sangat efektif untuk mengontrol perbankan domestik dalam bertransaksi valas.
Tapi tak terlalu berpengaruh terhadap transaksi valas di BCA. Sebab, "Kami selalu memakai acuan pasar lokal atau on shore," jelasnya. Meski begitu, ia menghitung pasokan pasar on shore ini memang tak semelimpah pasokan non delivery forward (NDF) di pasar off shore.
"Tapi beberapa pekan terakhir pasokan di pasar on shore mulai melimpah tidak seperti tahun sebelumnya," ujar Branko kepada KONTAN, Rabu (6/2).
Mengenai kemungkinan ada beberapa bank yang nekat karena permintaan valas cukup besar, Branko menduga itu sebatas referring saja ke institusi keuangan yang bisa melakukan kontrak NDF. Di BCA, hal tersebut tidak pernah terjadi.
Direktur Currency Management Group, sekaligus pengamat pasar valas, Farial Anwar melihat, karena aturan tersebut sebenarnya sudah lama, tidak ada bank dalam negeri yang berani main NDF.
"Yang berspekulasi NDF adalah antar bank di Singapura dengan nasabah di Indonesia. Masalahnya, perbankan di Indonesia untuk menghargai spot dollar terhadap rupiah mengekor naik turunnya NDF," jelas Farial.
Di sini, "BI harus mempertegas larangan bagi bank-bank asing di Indonesia untuk memfasilitasi administrasi transaksi NDF bagi orang Indonesia yang ingin bertransaksi dengan bank Singapura," ulas Farial.
"BI harus mempertegas larangan bagi bank-bank asing di Indonesia untuk memfasilitasi administrasi transaksi NDF bagi orang Indonesia yang ingin bertransaksi dengan bank Singapura," ulas Direktur Currency Management Group Farial Anwar.
Direktur Grup Humas Bank Indonesia Difi A. Johansyah, menegaskan bank sentral juga sudah melarang bank asing memberikan fasilitas yang dimaksud Farial.
“Tidak boleh ada fasilitas itu,” tandas Difi.
Perlu diketahui, hari ini (6/2), BI sudah mengirimkan surat kepada semua bank devisa. Poin utama surat itu adalah menegaskan kembali Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor: 10/ 37 /PBI/2008 pasal 4 ayat 1 dan 2.
"Bahwa transaksi valas terhadap rupiah harus ada underlying-nya dan full amount penyelesaiannya, dengan beberapa perkecualian. Dengan begitu, NDF dilarang," kata Difi.
Dalam surat edaran itu, BI juga mengarahkan bank-bank untuk bertransaksi valas menggunakan kontrak forward dalam negeri (onshore).
Menyegarkan ingatan, berikut Pasal 4 yang dimaksud:
Ayat (1): Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah wajib diselesaikan dengan pemindahan dana pokok secara penuh.
Ayat (2): Kewajiban penyelesaian Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dengan pemindahan dana pokok secara penuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikecualikan untuk :
a. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang dilakukan oleh Bank dan/atau Nasabah yang mengalami kejadian luar biasa (force majeure), berdasarkan penilaian Bank dan didukung dengan bukti dokumen yang memadai;
b. Perpanjangan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah untuk keperluan lindung nilai atas:
1. Kegiatan Ekspor/Impor yang mengalami force majeure, apabila jangka waktu Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah tersebut paling singkat 1 apabila jangka waktu Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah tersebut paling singkat 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang dengan frekuensi perpanjangan dan jangka waktu yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi;
2. dana usaha, modal disetor, laba ditahan, dan pinjaman sub-ordinasi Bank yang diperhitungkan dalam kewajiban pemenuhan modal minimum Bank, apabila jangka waktu Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah tersebut paling singkat 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang dengan frekuensi perpanjangan dan jangka waktu yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi;
3. kegiatan penyertaan langsung di sektor riil dengan jangka waktu paling singkat 1 (satu) tahun yang sumber dananya dalam valuta asing, apabila jangka waktu Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah tersebut paling singkat 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang dengan frekuensi perpanjangan dan jangka waktu yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi;
4. Pinjaman luar negeri dalam valuta asing dengan jangka waktu paling singkat 1 (satu) tahun, apabila jangka waktu Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah tersebut paling singkat 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang dengan frekuensi perpanjangan dan jangka waktu yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi;
5. Surat Utang Negara, saham dan obligasi korporasi yang telah dimiliki paling singkat 3 (tiga) bulan, apabila jangka waktu Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah tersebut paling singkat 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang dengan frekuensi perpanjangan dan jangka waktu yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi; serta wajib didukung dengan bukti dokumen yang memadai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News