Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kendati sempat mengetat di tahun 2019 lalu, kondisi likuiditas perbankan di tahun ini diprediksi bakal mulai melonggar. Selain sudah diturunkannya tingkat bunga acuan Bank Indonesia sekaligus bunga penjamin simpanan LPS, beberapa stimulus makroprudensial pun sudah dikeluarkan.
Walhasil, sederet perbankan yang dihubungi Kontan.co.id meramal rasio intermediasi makroprudensial (RIM) bakal membaik. Sekadar informasi saja, RIM merupakan rasio likuiditas dengan penambahan komponen pinjaman yang diterima sebagai komponen sumber pendanaan.
Baca Juga: Tekan BOPO, bank cari siasat untuk mendorong efisiensi
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) misalnya yang menyebut posisi RIM masih dalam ketentuan batas regulator yakni 84%-94%. Wakil Direktur Utama BNI Herry Sidharta menerangkan pada akhir tahun 2019 lalu posisi RIM perseroan masih relatif terjaga di posisi 86,3%.
Nah, untuk di tahun ini bank berlogo 46 ini menyebut pihaknya akan menjaga RIM di kisaran 85%-92%. "Didorong oleh pertumbuhan DPK di 2020 terutama dari sisi dana murah," terangnya kepada Kontan.co.id, Rabu (29/1).
Selain dari CASA, Herry juga menyebut pihaknya tetap akan mencari tambahan pendanaan non konvensional dari sisi pinjaman dan surat berharga yang diterbitkan.
Nantinya, porsi DPK dan non DPK menurutnya bakal menyesuaikan situasi likuiditas dan kebutuhan dana jangka pendek maupun jangka menengah atau panjang untuk mengoptimalkan sisi liabilitas perusahaan.
Baca Juga: PNS lagi butuh dana? Bisa pinjam di fintech ini
Sebagai informasi saja, tahun lalu DPK BNI tumbuh sekitar Rp 35,5 triliun atau 6,1% secara year on year (yoy). Salah satunya ditopang dari pertumbuhan dana murah sebesar 22,3% yoy.
Sementara itu, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank BJB) mengatakan posisi likuiditas perusahaan masih solid. Direktur Bank BJB Rio Lanasier menjelaskan per akhir Desember 2019 lalu posisi RIM terjaga di level 90,4%.
Sementara itu, dari sisi pendanaan saat ini pihaknya memang masih mengandalkan DPK. Menurut hitung-hitungannya, dari total pendanaan perseroan 90% merupakan DPK sementara sisanya adalah non DPK. "RIM kami masih dijaga dalam kisaran 82%-92% tahun ini," terangnya.
Baca Juga: Amankan likuiditas, Bank BJB terbitkan obligasi berkelanjutan Rp 1 triliun
Ia juga menambahkan, ekses likuiditas harian Bank BJB masih cukup longgar yakni mencapai Rp 8 triliun.
Adapun, guna untuk lebih mengamankan kondisi likuiditas di tahun ini. Bank bersandi saham BJBR ini pun juga sudah menerbitkan obligasi subordinasi berkelanjutan dengan target dana Rp 1 triliun.
Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi menerangkan dana tersebut nantinya akan dipakai untuk mendorong pertumbuhan kredit sebesar 10%-11% yoy tahun ini. "Fokus kami di segmen konsumer dan infrastruktur daerah," ujarnya.
Baca Juga: The Fed diramal akan pertahankan suku bunga
Setali tiga uang, Direktur Kepatuhan PT Bank Woori saudara Tbk (BWS) I Made Mudiastra menjelaskan pihaknya juga masih punya RIM di bawah ketentuan. Walau tak merinci, Made menerangkan kalau likuiditas perusahaan saat ini masih sangat aman.
Apalagi, berdasarkan komposisi pendanaannya mayoritas dana masih bersumber dari DPK atau sekitar 65%. Sementara 20% lebih berasal dari dana pinjaman pemegang saham alias surat utang dan sisanya 10% lebih berasal dari pemegang saham Woori Korea.
Baca Juga: Bank Mandiri tebar hadiah buat pelanggan Telkomsel
"Rasio RIM kami masih di bawah minimal aturan. Kami akan berusaha tingkatkan DPK terutama giro dan tabungan," tegasnya.
Selain itu, bila kondisi pasar dan tingkat bunga membaik pihaknya juga berniat untuk menerbitkan obligasi. Adapun, kemungkinan dananya berkisar antara Rp 500 miliar hingga Rp 1 triliun yang akan diterbitkan tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News