kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.908.000   1.000   0,05%
  • USD/IDR 16.212   -17,00   -0,10%
  • IDX 6.865   -12,86   -0,19%
  • KOMPAS100 999   -3,55   -0,35%
  • LQ45 764   -2,07   -0,27%
  • ISSI 226   -1,00   -0,44%
  • IDX30 393   -1,12   -0,29%
  • IDXHIDIV20 455   -0,68   -0,15%
  • IDX80 112   -0,32   -0,28%
  • IDXV30 114   0,03   0,02%
  • IDXQ30 127   -0,74   -0,58%

Likuiditas di bank syariah mengetat


Sabtu, 10 November 2012 / 10:28 WIB
Likuiditas di bank syariah mengetat
ILUSTRASI. Vaksinasi untuk penyandang disabilitas sekarang menjadi prioritas pemerintah.


Reporter: Roy Franedya | Editor: Edy Can

JAKARTA. Ada fasilitas baru bagi bank syariah untuk mendapatkan pendanaan. Lewat Surat Edaran  Bank Indonesia (BI) nomor 4/32/DPM tentang Tata Cara Transaksi Repo dengan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), bank sentral membolehkan perbankan syariah menjual, dengan janji membeli kembali atau reverse repo SBSN dalam operasi moneter syariah.

Fasilitas yang berlaku mulai 7 November ini untuk mempermudah perbankan syariah mendapatkan likuiditas. Maklum, saat ini, industri  perbankan syariah mengalami kesulitan likuiditas.

Berdasarkan data BI per September 2012, rasio intermediasi atau finance to deposit ratio (FDR) sudah mencapai 102,1%,  meningkat dari periode yang sama tahun lalu yang 94,97%. Artinya hampir seluruh dana pihak ketiga  (DPK) di bank syariah mengalir ke  pembiayaan. Ini berbeda dengan bank umum yang rasio intermediasi nya per Agustus 2012 sebesar 83,70%.

Sebenarnya, ketatnya likuiditas di bank syariah bisa dihitung sejak beberapa bulan sebelumnya. Itu terlihat dari kian meningkatnya FDR dari bulan ke bulan. Maret lalu, FDR hanya 87,13%, kemudian menjadi 98,59% pada tiga bulan selanjutnya. Agustus 2012, FDR sudah menembus 101,03%.

Melesatnya FDR karena pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) bank syariah lebih kecil dibandingkan penyaluran pembiayaan. Hingga kuartal III 2012, DPK bank syariah Rp 127,68 triliun atau tumbuh 30,61% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Adapun pembiayaan mencapai Rp 130,36 triliun atau tumbuh 40,4%.  "Instrumen ini (reverse repo SBSN) mempermudah bank syariah melonggarkan likuiditas," terang Hendar, Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter BI, Kamis (8/11).

Agar perbankan syariah bisa bertransaksi repo dengan BI, bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) harus memenuhi  sejumlah syarat. Antara lain, bank harus berstatus aktif sebagai anggota BI-SSSS dan sistem BI-RTGS.

Bank juga tak dalam sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan operasi moneter syariah, tidak diagunkan serta memiliki rekening giro dan surat berharga di BI. SBSN merupakan salah satu unsur giro wajib minimum (GWM). Jangka waktu repo SBSN Syariah antara 1 hari sampai 12 bulan

Sampai September, total surat berharga milik perbankan syariah mencapai Rp 7,56 triliun, tumbuh 27,7% dibandingkan periode sama tahun lalu.

BI yakin efektivitas instrumen tersebut untuk menambah pendanaan bagi bank syariah.  Apalagi, BI sudah memiliki rekam jejak lantaran  sebelumnya bank sentral juga sudah lebih dulu mengeluarkan instrumen tersebut untuk bank konvensional pada tahun lalu.

Hendar optimistis, surat berharga dan fasilitas reverse repo ini  akan membantu manajemen bank syariah mengelola likuiditas. Selama ini, dalam operasi moneter, bank syariah hanya mengandalkan pasar uang antar bank syariah alias PUAS dan money market. "Apalagi PUAS masih kecil dan tidak banyak bank syariah yang bermain di money market," tambahnya.

Beny Wijanarko, Direktur Utama Bank Syariah Mega Indonesia bilang, fasilitas ini  akan membantu manajemen likuiditas bank. Aturan mainnya SBSN harus dipegang hingga jatuh tempo. Ia berharap, pemerintah meningkatkan penerbitan SBSN. Soalnya, belakangan penerbitan SBSN menurun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×