kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

LPS dan OJK susun SOP pemeriksaan bank


Rabu, 25 September 2013 / 09:36 WIB
LPS dan OJK susun SOP pemeriksaan bank
ILUSTRASI. Ini 6 Tanda Bahwa Kelinci Peliharaanmu Jatuh Sakit


Reporter: Adhitya Himawan | Editor: A.Herry Prasetyo

JAKARTA. Mulai awal tahun depan, pengawasan perbankan akan berpindah dari Bank Indonesia (BI) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pada saat itu pula, sesuai Undang-Undang tentang OJK, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memiliki kewenangan memeriksa bank.

Karena itu LPS bersama OJK saat ini tengah menggarap standard operating procedure (SOP) dalam pengawasan bank. Kepala Eksekutif LPS Mirza Adityaswara, menargetkan standar kerja bersama tersebut selesai pada akhir tahun ini. "Paling telat bulan Desember," katanya.

Mirza mengatakan, mekanisme tersebut diperlukan agar tak terjadi tumpang tindih dalam pemeriksaan bank. Meskipun, UU OJK sejatinya sudah membedakan peran pemeriksaan bank antara OJK dan LPS.

LPS nantinya akan memeriksa bank yang sedang dalam masalah atau berada dalam pengawasan khusus. "OJK memeriksa bank secara rutin dua kali sepekan, sedangkan LPS fokus pada bank yang bermasalah," kata Mirza.

Dalam kondisi normal, LPS juga perlu memeriksa bank. Sebab, LPS membutuhkan data jumlah deposito dan data nasabah bank. Karena itu, LPS dan OJK perlu mengatur mekanisme kerja bersama.

Menurut Mirza, mekanisme tersebut semakin mendesak, karena setiap tahun, ada tiga hingga sepuluh bank bermasalah yang mesti ditangani LPS.

Ketua Dewan Komisioner LPS, Heru Budiargo, menambahkan sejak berdiri delapan tahun lalu, LPS telah melikuidasi 50 bank. Kebanyakan bank yang dilikuidasi adalah bank kecil. Penyebab utama likuidasi, menurut Heru, lantaran terjadi kesalahan dalam pengelolaan bank.

Heru menambahkan, aset LPS kini mencapai Rp 38 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp 4 triliun berasal dari modal pemerintah. "Aset LPS relatif rendah dibandingkan dana pihak ketiga nasabah bank yang mencapai Rp 3.300 triliun," kata Heru.

Karena itu, untuk menjaga stabilitas perbankan, Mantan Gubernur BI, Darmin Nasution, mendesak agar Rancanang Undang-Undang (RUU) tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) segera dirampungkan. Beleid tersebut dibutuhkan sebagai dasar hukum saat Indonesia berada dalam krisis ekonomi. "Kalau suatu ketika ada bank menengah, apalagi bank besar roboh, apa yang mesti dilakukan dan apa dasar hukumnya," kata Darmin.

Menurut Darmin, banyak orang masih berpikir, krisis perbankan datang dari persoalan di dalam industri. Padahal, sebagaimana pengalaman krisis 2008, krisis perbankan bisa datang dari luar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×