kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Maaf, MPS cuma untuk bank besar


Sabtu, 23 November 2013 / 09:04 WIB
Maaf, MPS cuma untuk bank besar
ILUSTRASI. Survei HSBC: 9 dari 10 orang tidak siap pensiun


Reporter: Nina Dwiantika, Ahmad Febrian, Adhitya Himawan | Editor: A.Herry Prasetyo

JAKARTA.  Sepertinya, kita harus mulai melupakan uang tunai. Jika tak ada onak dan duri, awal tahun depan layanan pembayaran bergerak alias mobile payment services (MPS) meluncur. Layanan yang sebelumnya dikenal dengan branchless banking ini melibatkan perbankan dan perusahaan telekomunikasi.

Perangkat peraturan sudah siap. Sumber KONTAN di Bank Indonesia (BI) membisikkan, beleid MPS sudah selesai. Namun, belum memperoleh persetujuan Gubernur BI, Agus Martowardojo.Sejatinya, aturan itu masih sama dengan kajian BI sebelumnya. Beleid tersebut mengatur tiga jenis unit perantara layanan keuangan (UPLK) dan batas-batas aktivitas agen bank.

Sumber yang sama membisikkan, ada 15 bank  mengantre mendaftar sebagai penyedia MPS. Sayang, ia enggan menyebutkan nama bank tersebut. Mereka siap memasukkan MPS di rencana bisnis bank (RBB) 2014.

Deputi Gubernur BI, Halim Alamsyah, mengatakan aturan MPS belum terbit lantaran BI masih meneliti hasil ujicoba yang berlangsung selama Mei-November 2013. Ada lima bank yang menjadi pilot project, yaitu Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, CIMB Niaga, Bank Tabungan Pensiunan Nasional dan Bank Sinar Harapan Bali.

Peserta pilot project maupun bank baru yang akan membuka layanan MPS, harus mengajukan izin ke BI terkait sistem pembayaran. Sementara untuk urusan perbankan, mereka melapor ke Otoritas Jasa Keuangan.

Namun, tak semua bank bisa membuka layanan MPS. Bank harus memenuhi syarat permodalan. "Mereka harus masuk kategori bank umum berdasarkan kegiatan usaha (BUKU) 3 dengan modal Rp 5 triliun-Rp 30 trilun dan BUKU 4 dengan modal di atas Rp 30 triliun," jelas Halim. Artinya, modal minimal Rp 5 triliun.

Aturan ini tentu mengecewakan bank bermodal kecil, termasuk bank pembangunan daerah (BPD) yang kepincut bisnis MPS. Direktur Utama Bank Ina Perdana, Edy Kuntardjo, menyarankan sebaiknya bank kecil diberi ruanguntuk menyemarakkan MPS.

Eko Budiwiyono Ketua Asosiasi Bank Daerah (Asbanda), menilai persyaratan permodalan bertentangan dengan semangat financial inclusion yang selama ini didengungkan BI dan kontraproduktif  dengan semangat perbankan. "Saya berharap, BPD diberikan kelonggaran tak harus BUKU 3,” kata Eko.

Selain itu, bank juga harus bersaing ketat dengan industri telekomunikasi. Dari sisi jaringan, industri telko jauh lebih luas. "Seperti membangunkan macan tidur, bank memiliki pesaing berat," kata seorang sumber.

"Kita masih on going mempersiapkan MPS," kata Adita Irawati, VP Corporate Communications Telkomsel. Sementara Indosat sudah menguji coba 51 UPLK di Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Tapi industri telekomunikasi sadar, MPS ini harus bisa menjangkau seluruh masyarakat hingga pelosok. "Kami juga mengusulkan hibrid. Ini bisnis bank, terkait pengelolaan uang, kami menyediakan infrastruktur," terang Ichwansyah Putra, Product Development Manager, Mobile Commerce, Indosat.       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×