kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Makin populer, OJK atur kerja sama antara multifinance dengan fintech


Rabu, 16 Januari 2019 / 17:59 WIB
Makin populer, OJK atur kerja sama antara multifinance dengan fintech


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kini telah mengatur kerja sama antara perusahaan multifinance dengan fintech. Pengaturan tersebut tertuang Peraturan OJK Nomor Nomor 35/POJK.05/2018, Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan.

Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Bambang W Budiawan menjelaskan, pengaturan kerja sama tersebut sebagai bentuk respons atas pasar yang kini mulai melirik industri fintech. Maka multifinance mulai gencar berkolaborasi dengan fintech untuk menggenjot bisnis pembiayaan.

“Kami melihat kebutuhan kerja sama dengan fintech sudah ada dan mulai tumbuh. Maka dengan POJK 35 dibukalah kerja sama dengan fintech, tapi konteksnya kolaborasi dan industrinya tetap diawasi,” kata Bambang kepada Kontan.co.id, Rabu (16/1).

Bentuk kerja samanya melalui pembiayaan penerusan (channeling) atau pembiayan Bersama (joint financing). Dalam channeling, fintech hanya bertindak sebagai pengelola dan memperoleh imbalan dari hasil pengelolaan dana tersebut. Adapun fintech yang dilibatkan wajib yang telah mengantongin izin terdaftar dari OJK.

“Kerja samanya tidak boleh dengan fintech ilegal harus yang sudah terdftar dan diawasi OJK. Kami juga mengatur joint financing untuk perusahaan yang berada di dalam negeri bukan luar negeri,” ungkapnya.

Sementara untuk joint financing, perusahaan multifinance dapat melakukannya apabila mendapatkan sumber dana dari perusahaan pembiayaan dan pihak lain.

Untuk menjalankan dua skema kerja sama tersebut, multifinance wajib memiliki sistem informasi dan teknologi yang memadai untuk memastikan kesesuaikan data debitur. Di samping itu, perusahaan pembiayaan wajib memiliki mitigasi risiko dan penyimpanan bukti kepemilikan atas agunan.

“Jadi perusahaan pembiayaan harus menjaga mitigasi risiko, dengan tetap mengikuti pola bisnis multifinance, bukan justru turun ke bisnis fintechnya,” tambah dia.

Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengatakan, kerja sama antara multifinance dengan fintech cenderung menguntungkan kedua belah pihak. Tren ini pun diproyeksikan bisa mendorong pertumbuhan bisnis multifinance di tahun 2019.

“Pasti akan ada kenaikan penyaluran pembiayaan karena jangkauan penyaluran fintech justru lebih luas,” ujarnya.

Sebenarnya, kerja sama tersebut menjadi strategi pemasaran yang dilakukan multifinance untuk meningkatkan pangsa pasar dan bisnis pembiayaan. Adapun kredit yang disasar adalah kredit multiguna dan modal usaha.

Menurutnya kerja sama ini dapat memangkas biaya operasional perusahaan multifinance karena tidak perlu mendirikan kantor cabang baru untuk memperluas usaha. Melalui teknologi digital fintech, pelayanan pinjaman multifinance bisa diakses oleh banyak orang di berbagai tempat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×