kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.438   38,22   0,60%
  • KOMPAS100 926   8,20   0,89%
  • LQ45 723   5,45   0,76%
  • ISSI 205   2,17   1,07%
  • IDX30 376   1,61   0,43%
  • IDXHIDIV20 454   0,42   0,09%
  • IDX80 105   1,01   0,98%
  • IDXV30 111   0,45   0,40%
  • IDXQ30 123   0,28   0,22%

Menanti obat kuat kredit properti


Rabu, 31 Agustus 2016 / 11:29 WIB
Menanti obat kuat kredit properti


Reporter: Galvan Yudistira, Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang, Shuliya Indriya Ratanavara | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Akhir tahun 2016 tinggal empat bulan lagi. Para bankir penguasa pasar kredit pemilikan rumah (KPR) harap-harap cemas. Maklum saja, di pengujung akhir Agustus ini, Bank Indonesia (BI) tak kunjung merilis  merilis beleid pelonggaran plafon pemberian kredit atau loan to value (LTV).

Padahal, para bankir sudah berharap besar sejak BI mengumumkan rencana aturan main baru LTV pada medio Juni 2016. BI saat ini masih memproses detail aturan main LTV kredit hunian terbaru. Misal, pelaksanaan tahapan pencairan kredit dengan mekanisme inden untuk rumah kedua.

Sekadar menyegarkan ingatan, BI akan melonggarkan aturan LTV yang tadinya 80%, naik menjadi 85%. Dengan kata lain, masyarakat bisa membeli rumah dengan uang muka cuma sebesar 15% dari sebelumnya 20%. Sayangnya, bank masih belum bisa tancap gas memacu KPR lantaran aturan resmi tak kunjung terbit.

Yang jelas, BI menilai, pasca revisi aturan LTV, pertumbuhan kredit perumahan mampu mencapai 10%–13% di tahun ini. Pelonggaran uang muka dilakukan BI sebagai obat kuat bagi KPR yang melempem di tahun 2015 karena hanya mencetak pertumbuhan 7,73%. 

Pelonggaran aturan uang muka juga menjadi upaya BI untuk menangkal pertumbuhan ekonomi yang terus melambat. Yang jelas, BI meyakini bahwa pelonggaran LTV tidak akan memicu letupan (bubble). Sebab, pertumbuhan 10%–13% terbilang sehat ketimbang pertumbuhan KPR sebesar 20%–30% di 2012-2013 yang berpotensi bubble.

Selain terbitnya aturan baru LTV, para bankir menanti aliran dana amnesti pajak. Hitungan pemerintah, program tax amnesty bakal membawa repatriasi aset senilai Rp 1.000 triliun. 

“Kalau kita bicara tax amnesty, properti menjadi salah satu instrumen yang akan dipilih,” ujar Senior Vice President Bank Mandiri Harry Gale. Memanfaatkan momentum amnesti pajak, Bank Mandiri membidik nasabah tajir alias prioritas dengan menawarkan bunga tetap (fixed rate) sebesar 8,5% selama lima tahun.

Sembari menanti realisasi insentif dari regulator, sejumlah bank tetap percaya diri mampu membukukan pertumbuhan KPR lebih tinggi ketimbang semester II 2015. Catatan saja, per akhir Juni 2016, KPR tumbuh 8,47%, lebih tinggi sedikit dari realisasi pertumbuhan di tahun 2015. 

Sebagai salah satu penguasa pasar kredit hunian, Bank Mandiri memasang target pertumbuhan KPR di atas rata-rata pertumbuhan industri perbankan. Hingga Juli 2016, KPR Bank Mandiri tumbuh 8,1% menjadi sebesar Rp 32,2 triliun. Pencapaian ini di atas rata-rata industri yang tumbuh sebesar 5,2%.

“Sejak dulu kredit properti stabil, tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahan apa pun. Jadi kami sangat percaya diri masuk ke segmen ini,” tandas Direktur Retail Banking PT Bank Mandiri Tbk Tardi. 

Percaya diri

Sejumlah bank pemain KPR lain pun percaya diri bisa membukukan pertumbuhan lebih baik di paruh kedua 2016. Direktur Konsumer Bank Negara Indonesia (BNI) Anggoro Eko Cahyo bilang, kredit konsumsi masih bertumbuh meski ekonomi tumbuh lambat. 

Anggoro memprediksi, aturan pelonggaran LTV bisa mendongkrak permintaan KPR antara September hingga November mendatang. "BNI mengharapkan KPR minimal tumbuh 10%," imbuh Anggoro. 

Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) terbilang agresif menargetkan pertumbuhan kredit, yaitu sebesar 18% hingga 20%. Maryono, Direktur Utama BTN menilai, permintaan KPR masih tinggi karena kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal meningkat. 

Kepercayaan diri bank spesialis KPR itu tak lepas dari realisasi pertumbuhan kredit sekitar 18% pada semester pertama 2016. Pada semester II ini, BTN yakin mampu membiayai 99.725 unit rumah senilai Rp 14,8 triliun.

Direktur Konsumer Bank Central Asia (BCA) Henry Koenaifi mengatakan, ticket size rata-rata KPR BCA sebesar Rp 1 miliar atau rumah kalangan atas. Sampai akhir tahun, BCA menargetkan pertumbuhan kredit hunian sebesar 8%-10% atau mencapai sekitar Rp 65,35 triliun.  

Per Juni 2014, realisasi penyaluran KPR BCA Rp 58,84 triliun. Jumlah itu hanya tumbuh 9% ketimbang tahun lalu. Segmen KPR yang BCA sasar adalah seharga Rp 500 juta ke atas.

Sementara, Bank Rakyat Indonesia (BRI) mematok pertumbuhan KPR sebesar di bawah 10% di sepanjang tahun ini. BRI menyiapkan strategi bekerja sama dengan institusi pemerintah untuk meningkatkan penjualan KPR.       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×