kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.960.000   -5.000   -0,25%
  • USD/IDR 16.860   -25,00   -0,15%
  • IDX 6.723   44,05   0,66%
  • KOMPAS100 968   3,45   0,36%
  • LQ45 754   3,69   0,49%
  • ISSI 213   0,95   0,45%
  • IDX30 391   1,55   0,40%
  • IDXHIDIV20 471   3,02   0,64%
  • IDX80 110   0,24   0,22%
  • IDXV30 115   -0,16   -0,14%
  • IDXQ30 128   0,78   0,61%

Modal masih kuat, DBS ogah jual aset bermasalah


Rabu, 06 Januari 2016 / 15:15 WIB
Modal masih kuat, DBS ogah jual aset bermasalah


Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Peningkatan profil risiko kredit yang dialami Bank DBS Indonesia membuat tingkat rasio kredit bermasalah (nonperformance loan/NPL) naik di tahun lalu, bahkan telah membebani laba perseroan. Namun, entitas usaha DBS Singapura ini tidak serta merta bersih-bersih kredit macet lewat jalan alternatif, yakni menjual aset bermasalahnya seperti yang dilakoni beberapa bank.

Perseroan, kata Paulus Sutisna, Direktur Utama DBS Indonesia mengatakan, pihaknya juga tidak menempuh cara lawas melakukan penghapusbukuan alias write off untuk kredit-kredit macetnya. "Tahun ini, kami akan membenahi permasalahan kredit bermasalah. Kami akan tangani internal mengingat modal masih kuat," ujarnya, Rabu (6/1).

Ia mengakui, rasio NPL perseroan meningkat sesuai dengan peningkatan profil risiko kredit yang dibarengi dengan melambatnya pertumbuhan kredit. Lihat saja, per semester pertama tahun lalu, NPL perseroan tercatat sebesar 3,25% (gross) dan 1,74% (nett). "Kalau sampai akhir tahun, naik NPL-nya. Tetapi, saya tidak hafal," terang Paulus.

Yang pasti, sambung dia, pihaknya akan menangani kredit bermasalah secara internal, apakah dengan meningkatkan kinerja collection atau melakukan restrukturisasi. "Kredit bermasalah bisa ditangani sendiri lah, tidak perlu opsi jual aset dulu," imbuh dia.

Adapun, tahun ini, DBS mengincar pertumbuhan kredit di kisaran 12%. Target ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan proyeksi pencapaian sampai akhir tahun lalu yang sekitar 10%. Optimisme ini bukan isapan jempol, mengingat peluang sektor konsumer, ritel, dan pendukung infrastruktur, serta farmasi dan kimia akan menjadi primadona.

Selain itu, Paulus menambahkan, pihaknya juga menggenjot segmen kredit ritel dan consumer dan menyeimbangkan segmen kredit korporasi yang saat ini berkontribusi hingga 70%. "Kami ingin ke depan dalam 5 - 7 tahun nantinya, konsumer, usaha kecil dan menengah dan korporasi kontribusi terhadap total bisnis bisa masing-masing 30%," pungkasnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×