Reporter: Dina Farisah, Mona Tobing | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Industri multifinance mulai mengerem pinjaman dana dari luar negeri setelah kurs rupiah terus terperosok terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, utang luar negeri yang diterima perusahaan pembiayaan pada Juli 2015 turun menjadi Rp 120,38 triliun ketimbang Juni 2015 yakni Rp 121,26 triliun.
Sejak tahun lalu, multifinance gencar berburu dana dari luar negeri. Tawaran bunga murah membuat perusahaan pembiayaan meninggalkan perbankan dalam negeri. Ketika dollar AS terbang tinggi, mereka mulai berpikir ulang untuk menggantungkan sumber pendanaan kepada asing.
Direktur Keuangan PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk, I Made Dewa Susila mengatakan, pihaknya rehat sejenak mencari pinjaman dalam dollar AS. Sebab, setelah memperhitungkan biaya hedging (lindung nilai), ongkos utang luar negeri relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pinjaman rupiah.
"Posisi outstanding pinjaman dollar AS kami mencapai Rp 7,3 triliun per Juni 2015 dan tahun ini ada sekitar Rp 3,3 triliun yang jatuh tempo," kata Made kepada KONTAN, kemarin (8/9).
Tahun ini, Adira membutuhkan pendanaan sekitar Rp 15 triliun untuk membiayai kegiatan usahanya. Sampai bulan lalu, total dana yang sudah diamankan Adira sebesar Rp 10 triliun. Komposisi terbesar masih bersumber dari pinjaman bank dalam negeri yakni 75%. Sisanya dari obligasi dan pinjaman luar negeri masing-masing 15% dan 10%.
Hati-hati
Langkah hati-hati juga ditempuh PT Buana Finance Tbk. Herman Lesmana, Direktur Buana Finance mengatakan, pihaknya belum berencana menambah sumber pendanaan dalam tiga bulan ke depan. Sebab, emiten berkode saham BBLD ini lebih hati-hati dalam penyaluran kreditnya. "Kami selektif juga supaya kredit macet tidak naik," kata Herman.
Multifinance lain yang juga mengendalikan pinjaman luar negeri adalah PT Indomobil Finance Indonesia. Meski semua pinjaman valas telah dilakukan hedging, Indomobil tak mau gegabah demi menjaga arus kas. Dus, seluruh fasilitas pinjaman sindikasi valas tak semuanya dimanfaatkan.
"Kami akan menarik sindikasi tersebut bila harga hedging atau swap membaik," kata Gunawan, Direktur Indomobil Finance tanpa menyebutkan berapa plafon pinjaman sindikasi yang belum dimanfaatkan.
Sedangkan, PT Federal International Finance (FIF) mengaku sudah tidak memiliki pendanaan dari luar. Semua pendanaan berasal dari lokal. Tahun lalu, FIF masih banyak memanfaatkan pinjaman sindikasi dari Jepang.
Nanti, ketika kondisi pasar bagus dan rupiah stabil, FIF baru mencari pendanaan dari luar negeri asing. "Saat ini, pendanaan kami dari Indonesia dulu deh," ujar Suhartono, Presiden Direktur FIF.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News