Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Sofyan Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lagi, kasus kegagalan multifinance dalam memenuhi kewajiban pembayaran utang kembali mencuat. Dalam satu tahun ke belakang, kasus semacam ini makin sering terdengar.
Kali ini menimpa PT Sunprima Nusantara Pembiayaan atau yang lebih populer dipanggil SNP Finance. Perusahaan pembiayaan milik grup Columbia ini tak mampu membayar bunga medium term notes (MTN) yang dirilis perseroan secara tepat waktu. Yakni, bunga MTN V SNP Tahap II senilai Rp 5,25 miliar yang seharusnya dibayar pada Rabu (9/5). Lalu, bunga MTN III/2017 Seri B senilai Rp 1,5 miliar yang seharusnya dibayar Senin (14/5).
Bak sudah jatuh, tertimpa tangga. Sejumlah institusi pun bereaksi terhadap hal ini. Diawali oleh PT Pemeringkat Efek Indonesia alias Pefindo telah menurunkan peringkat utang SNP Finance menjadi SD atau selective default. Disusul Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akhirnya turun tangan dengan mengganjar hukuman bagi SNP Finance berupa pembekuan kegiatan usaha pada akhir pekan lalu.
Apa yang terjadi pada SNP Finance, bukanlah yang pertama terjadi. Dalam beberapa waktu ke belakang, beberapa perusahaan pembiayaan juga tak bisa memenuhi kewajiban kepada para kreditur. Terutama pada perbankan sebagai salah satu sumber pendanaan utama yang diandalkan industri multifinance.
Ambil contoh PT Arjuna Finance. Kini perusahaan tersebut sudah dinyatakan pailit, dan OJK pun sudah mencabut izin usahanya. Namun, kewajiban yang harus dipenuhi Arjuna malah makin membengkak. Ketika proses Permohonan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tagihan kepada Arjuna Finance ditetapkan pengurus senilai Rp 374,61 miliar yang berasal dari 16 kreditur. Sementara dalam proses kepailitan saat ini, tagihan tersebut melonjak jadi Rp 767,09 miliar yang telah diakui tetap oleh kurator.
Nama PT Kembang 88 Multifinance juga mencuat di tahun lalu. Mesti melewati proses PKPU dengan total utang mencapai Rp 1,5 triliun, namun akhirnya berujung damai.
PT Bima Multifinance juga harus berjuang di proses PKPU. Selama PKPU Bima Multifinance tercatat memiliki total utang sebesar Rp 999,49 miliar. Rinciannya, kreditur separatis sebanyak Rp 879, 94 miliar dan sebesar Rp 119,55 miliar dari kreditur konkuren .
Deretan perusahaan pembiayaan yang mengalami masalah dalam pemenuhan kewajiban juga diisi oleh PT Intan Baruprana Finance. Masih dalam proses PKPU, nilai tagihan yang harus ditunaikan pemain pembiayan alat berat ini mencapai Rp 1,73 triliun. Terdiri dari 10 kreditur separatis dengan total tagihan Rp 1,33 triliun dan 42 kreditur konkuren dengan total tagihan senilai Rp 400 miliar.
Masalah yang menimpa sejumlah perusahaan pembiayaan, menurut Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno memang tak bisa dipukul rata. Kondisi ini pun dinilai tak mencerminkan kekuatan industri pembiayaan secara keseluruhan yang dinilai masih tergolong sehat.
"Dari total 193 perusahaan pembiayaan, masih banyak dalam kondisi yang kuat," kata dia, Senin (21/5).
Meski demikian, ia mengakui mencuatnya kegagalan sejumlah multifinance dalam memenuhi kewajiban ini bisa membuat kredibilitas industri ini dipertanyakan. Termasuk dari apa yang terjadi di SNP Finance bisa merembet kepada kepercayaan dari perbankan yang selama ini mengalirkan "darah" bagi multifinance berupa pinjaman untuk kembali disalurkan oleh multifinance.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News