Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Koreksi saham perbankan, terutama bank BUMN belum memudar. Tak bisa ditampik, berbagai kewajiban untuk menyukseskan program pemerintah baru turut menambah keraguan investor.
Adapun, pada perdagangan awal pekan ini, Senin (14/7), bank-bank pelat merah kembali mengalami koreksi. PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) jadi bank BUMN yang terkoreksi paling dalam dengan turun 5,63% jadi Rp 4.690 per saham.
Penurunan terbesar selanjutnya di kalangan bank BUMN dialami oleh PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI). Masing-masing turun 3,35% dan 2,58%.
Jika ditarik ke belakang, saham-saham bank BUMN ini memang mengalami tren koreksi sejak Presiden Prabowo Subianto resmi menjabat. Di mana, penurunannya cukup besar dibandingkan dengan saham-saham bank swasta.
Baca Juga: Pekan Lalu Saham Bank BUMN Menghijau, Ini Rekomendasi Analis
Ambil contoh, BBNI dan BMRI yang sejak 21 Oktober 2025 telah turun masing-masing 39,23% dan 34,86%. Harga saham keduanya pun belum pernah balik ke level tertinggi pada pekan pertama Presiden Prabowo menjabat jadi presiden.
Tak terkecuali, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) juga mengalami penurunan lebih dalam dibandingkan bank-bank swasta. Adapun, bank wong cilik ini sudah turun 24,24% sejak 21 Oktober 2025.
Sebagai perbandingan, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang juga memiliki kapitalisasi besar di antara saham perbankan tercatat terkoreksi lebih kecil yaitu 20,14%.
Bahkan, bank swasta lainnya seperti PT Bank Permata Tbk (BNLI) mengalami kenaikan yang cukup signifikan pada periode yang sama. Tak main-main, BNLI bisa naik hingga 156,74%.
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan bilang bahwa tak bisa dipungkiri tekanan pada saham bank BUMN juga datang dari program-program pemerintah, yang cenderung menambah beban dan meningkatkan risiko.
Ia mengungkapkan kewajiban ini membuat investor, terutama asing, cenderung wait and see karena ekspektasi pertumbuhan sektor perbankan belum sepenuhnya pulih.
“Meskipun valuasi saat ini relatif murah, pemulihan sektor ini tampaknya baru akan terjadi ketika outlook makroekonomi Indonesia membaik dan permintaan kredit mulai tumbuh kembali,” ujar Ekky, Senin (14/7).
Baca Juga: Pekan Lalu Saham Bank BUMN Menghijau, Ini Rekomendasi Analis
Jika harus memilih, Ekky memilih BBRI menjadi salah satu saham yang cukup menarik untuk dicermati saat ini. Namun, ia mengingatkan untuk mempertimbangkan akumulasi bertahap, di mana proses pemulihan sektor ini kemungkinan tidak akan instan dan memerlukan waktu.
Sementara itu, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengungkapkan bahwa memang sentimen beban penugasan pemerintah turut membuat tekanan pada harga saham bank BUMN. Meskipun, sejatinya sentimen tersebut sudah membuat harganya telah priced in.
Ia melihat berbagai penugasan pemerintah tersebut perlu diimbangi dengan kebijakan-kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Misalnya, penurunan suku bunga agar kinerja bank tetap tumbuh dari sisi pendapatan maupun laba.
“Kalau dilihat sebenernya sekarang BBCA lebih berpeluang untuk mengalami all time high, kalau bank lain ya harap bersabar,” ujar Nafan.
Oleh karenanya, untuk bank-bank BUMN seperti BBNI, BMRI, dan BBRI, Nafan merekomendasikan untuk melakukan akumulasi beli. Di mana, ia menilai untuk jangka panjang ada potensi tetap ada kenaikan.
Memiliki pandangan yang sedikit berbeda, Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nicodemus bilang program program andalan yang dijalankan oleb bank milik pemerintah bisa memberikan ruang yang lebih besar untuk tumbuh dan berkembang.
Meskipun saat ini tengah menghadapi tekanan, namun secara jangka menengah dan panjang, ia menilai prospek bank BUMN masih sangat menarik.
Adapun. Ia bilang tekanan pada saham perbankan saat ini dikarenakan investor melihat ada sektor lain yang lebih menguntungkan. Alhasil, saham perbankan sedikit ditinggalkan.
Baca Juga: Dalam Sepekan, Blackrock Serok 14 Juta Saham BRI (BBRI)
“Untuk jangka pendek, rasanya pelaku pasar dan investor akan menghindari sektor ini terlebih dahulu, namun tetap menarik untuk jangka menengah dan panjang,” ujar Nico.
Sependapat, VP Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi berpandangan potensi saham-saham bank tersebut kembali ke level tertinggi sebelumnya masih terbuka.
Hal ini sejalan dengan pemangkasan suku bunga terjadi lebih cepat. Di mana, hal itu bisa menekan cost of credit dan mendorong shifting inflow asing ke IHSG.
Ditambah, ada potensi kinerja yang kembali solid dengan perbaikan demand kredit dan kualitas yang terjaga.
“Hal tersebut dapat memberikan keyakinan investor untuk kembali masuk ke big bank,” ujarnya.
Selanjutnya: Bitcoin Tembus US$ 123.000, Pasar Optimistis Jelang Pembahasan Regulasi Kripto AS
Menarik Dibaca: Penjualan Tiket KA Paling Banyak Lewat Access by KAI, Total Transaksi 12,6 Juta
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News