Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan nasional terus meningkat.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), LDR per Mei 2025 tercatat sebesar 88,16%, naik dari posisi April 2025 sebesar 87,99%.
Kenaikan ini mengindikasikan potensi pengetatan likuiditas di sektor perbankan. Sejumlah bank pun mulai mengantisipasi kondisi ini dengan menerbitkan surat utang sebagai strategi pendanaan jangka menengah-panjang.
Baca Juga: Likuiditas Perbankan Nasional Kian Ketat, LDR Bank Besar Lampaui Batas Sehat
Salah satunya adalah PT Bank Mandiri Taspen (Bank Mantap) yang akan menerbitkan Obligasi Berkelanjutan II Tahap I Tahun 2025 dengan target dana hingga Rp 3 triliun.
Direktur Bisnis Bank Mandiri Taspen, Maswar Purnama, mengatakan penerbitan obligasi ini merupakan bagian dari strategi pendanaan jangka panjang untuk mendukung ekspansi pembiayaan secara berkelanjutan.
"Likuiditas kami dalam posisi cukup sehat. Kami juga terus memantau struktur pendanaan dan menjaga rasio kecukupan likuiditas sesuai ketentuan regulator," jelas Maswar kepada Kontan.co.id, Senin (14/7).
Per Juni 2025, Loan to Funding Ratio (LFR) Bank Mantap tercatat sebesar 94,45%, masih dalam batas aman.
Sementara, rasio alat likuid terhadap DPK mencapai 25%, jauh di atas ambang minimum.
Baca Juga: Tekanan Tugas dari Pemerintah Turut Menekan Saham Bank BUMN
Bank lain yang juga mengantisipasi likuiditas adalah PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) yang telah menawarkan Sukuk Mudharabah Berlandaskan Keberlanjutan Tahap II Tahun 2025 senilai Rp 5 triliun pada 19–23 Juni 2025.
Wakil Direktur Utama BSI, Bob Tyasika Ananta, menyampaikan bahwa Dana Pihak Ketiga (DPK) masih menjadi sumber pendanaan utama, namun sukuk menjadi alternatif strategis untuk memperkuat pendanaan jangka panjang yang lebih stabil dan sesuai prinsip syariah.
"DPK bersifat jangka pendek dan fluktuatif, apalagi di tengah persaingan suku bunga. Sukuk memberi kami ruang untuk memperoleh dana jangka panjang," ujarnya.
Bob menegaskan posisi likuiditas BSI tetap kuat, terlihat dari rasio kehati-hatian seperti LDR dan alat likuid terhadap DPK yang masih berada dalam batas aman.
Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menyatakan belum berencana menerbitkan obligasi dalam waktu dekat.
EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn, menyebut likuiditas perseroan masih memadai dan mengandalkan DPK sebagai sumber utama pendanaan.
Baca Juga: RDN Syariah Bank Syariah Indonesia (BSI) Naik 26% pada Mei 2025
Per Maret 2025, total DPK BCA naik 6,5% YoY menjadi Rp 1.193 triliun, dengan porsi CASA (giro dan tabungan) sebesar Rp 979 triliun atau 82% dari total DPK.
“Frekuensi transaksi yang diproses BCA juga tumbuh 19% YoY, mendukung kontribusi CASA sebagai pendanaan utama,” tambah Hera.
Hal serupa disampaikan Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk Lani Darmawan, yang menyatakan belum memiliki rencana penerbitan obligasi.
Meski demikian, Lani menyebut pihaknya tetap bersikap “stand-by” bila dibutuhkan.
“Obligasi hanya akan kami terbitkan jika pertumbuhan DPK tidak memadai. Saat ini, likuiditas masih aman dengan LDR di bawah 90%,” ungkap Lani.
Ia juga menjelaskan pertumbuhan DPK CIMB Niaga difokuskan pada CASA, yang naik sekitar 10%, sementara deposito menurun karena tingginya Cost of Fund (CoF).
“Tabungan tipis, dan tantangan tetap besar di likuiditas karena biaya dana mahal,” imbuhnya.
Baca Juga: Bank Mandiri Bidik Pertumbuhan Bisnis Kartu Kredit di Atas 20%
Dari sisi analis, Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Trioksa Siahaan, menilai likuiditas industri perbankan masih terjaga.
Hal ini tercermin dari rasio alat likuid, Net Stable Funding Ratio (NSFR), dan Liquidity Coverage Ratio (LCR) yang masih di atas ambang minimum.
Namun demikian, Trioksa memahami langkah sejumlah bank menerbitkan surat utang merupakan upaya untuk menjaga likuiditas jangka panjang menghadapi potensi ekspansi kredit.
"Karena itulah perlu adanya strategi untuk menjaga likuiditas untuk keperluan di masa yang akan datang," katanya.
Selanjutnya: Piutang Pembiayaan Toyota Astra Financial Services Capai Rp 36,5 Triliun per Mei 2025
Menarik Dibaca: Penjualan Tiket KA Paling Banyak Lewat Access by KAI, Total Transaksi 12,6 Juta
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News