kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Nasabah antisipasi perlambatan ekonomi, dana giro di perbankan naik tinggi


Senin, 02 November 2020 / 07:05 WIB
Nasabah antisipasi perlambatan ekonomi, dana giro di perbankan naik tinggi


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan terus melejit selama masa pandemi Covid-19, terutama untuk dana giro. Hal ini utamanya menurut beberapa bankir disebabkan kebanyakan nasabah memilih untuk memarkir dananya di bank sebagai langkah antisipasi menghadapi perlambatan ekonomi. 

Data Bank Indonesia (BI) per September 2020 menunjukkan total DPK telah naik 12,1% secara year on year (yoy) hingga menembus Rp 6.383,8 triliun. Bahkan lebih tinggi dari bulan sebelumnya. Bila dirinci, peningkatan itu didominasi oleh dana giro yang tumbuh 22,9% secara tahunan menjadi Rp 1.603,9 triliun. 

Berdasarkan golongan nasabahnya, kebanyakan dana giro itu berasal dari segmen korporasi yang tumbuh signifikan sebesar 27,3% yoy per September 2020 menjadi Rp 1.157,2 triliun. 

Beberapa bank yang dihubungi Kontan.co.id, Minggu (1/11) mengamini hal tersebut. Salah satunya PT Bank Mandiri Tbk yang mencatat kenaikan giro sebesar 30,78% secara yoy dari Rp 214,1 triliun di akhir September 2019 menjadi Rp 280,1 triliun pada akhir September 2020 lalu. 

Baca Juga: Dari BCA hingga BNI, aset bank-bank jumbo masih naik dua digit di kuartal III

Dalam presentasi perusahaan, peningkatan giro ini justru berbuah manis. Secara year to date (ytd) biaya dana atau cost of fund (CoF) giro Bank Mandiri terus mencatatkan penurunan dari 1,96% di Maret 2020 menjadi 1,95% di September 2020 dengan posisi terendah ada di Juni 2020 sebesar 1,94%. 

Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rully Setiawan membenarkan bahwa salah satu pendorong kenaikan giro Bank Mandiri pada periode September 2020 adalah situasi ketidakpastian ekonomi yang saat ini masih terasa sebagai dampak dari pandemi virus corona. 

Dia memperkirakan tren peningkatan DPK di perbankan bakal terus berlanjut. "Dari situasi ini, kami memperkirakan masyarakat cenderung menyimpan dananya di bank yang memiliki tingkat kecukupan modal dan likuiditas yang baik," kata Rully. 

Bank berlogo pita emas ini menambahkan, pada produk Mandiri Giro memang saat ini kontribusi terbesar disumbang oleh nasabah pelaku usaha, terutama dari segmen wholesale. 

Pihaknya tentu berharap tren ini bisa terus berjalan hingga akhir tahun 2020, mengingat masih berlangsungnya pandemi. Namun, Bank Mandiri tidak spesifik menyebutkan target pertumbuhan giro di tahun ini alis konservatif. 

Hal serupa juga terjadi di PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN). Bank dengan kode emiten BBTN ini mencatat dana giro naik sebesar 22,72% secara tahunan dari Rp 51,12 triliun menjadi Rp 62,74 triliun. Berkat kenaikan giro itu, rasio dana murah (current account and saving account/CASA) Bank BTN pun mulai bergerak hingga mencapai 47,03%. 

Namun, posisi rasio tersebut masih lebih rendah bila dibandingkan dengan periode setahun sebelumnya yang sempat mencapai 50,93%. Hal itu disebabkan masih dominannya dana mahal (deposito) di Bank BTN. 

Menurut Direktur Distribution and Retail Funding Bank BTN Jasmin, kenaikan giro memang menjadi salah satu strategi bisnis perusahaan dalam menopang CASA di kala pandemi. 

Sasaran utama perseroan adalah giro kelembagaan yang berasal dari nasabah kementerian, lembaga atau perusahaan swasta dan BUMN, yang diakui Jasmin selama ini pihaknya belum pernah masuk secara insentif. 

Dia juga meramal pertumbuhan giro akan lebih tinggi, sejalan dengan strategi perseroan yang tengah aktif menjajal kerjasama. "Tren ke depan sampai dengan akhri tahun masih cenderung naik," katanya. 

Tapi, Jasmin juga mengamini selain karena strategi bisnis perseroan, nasabah korporasi saat ini memang banyak yang memilih menahan dananya di bank. Fenomena ini dinilai sangat wajar, mengingat pembiayaan di sektor riil belum tumbuh secara signifikan. 

Peningkatan giro dan CASA sengaja dilakukan BTN sejak beberapa bulan terakhir, untuk menekan laju biaya dana, agar bisa lebih leluasa mengelola tingkat bunga pinjaman. Hal ini terbukti efektif, di September 2020 menurut catatan perseroan CoF sudah ada di level 4,98% menurun drastis dari setahun sebelumnya 5,71%. 

Adapun, untuk rasio CASA menruut Jasmin tahun ini tidak akan terlalu tinggi yaitu di kisaran 43%-44%. Dengan asumsi giro tumbuh di kisaran kuartal III 2020. Lantaran pertumbuhan deposito di Bank BTN masih lebih besar dibandingkan giro. "Secara nominal deposito lebih besar, sehingga CASA tetap belum besar," terangnya. 

Baca Juga: Meski bisnis tertekan pandemi, aset bank BUKU 4 masih tumbuh tinggi

Sementara itu, kenaikan giro juga dirasakan oleh bank dengan skala lebih kecil. Salah satunya PT Bank Ina Perdana Tbk (Bank Ina) yang mencatatkan giro naik 14,46% secara yoy dari Rp 226 miliar menjadi Rp 259,32 miliar per akhir September 2020 lalu. 

Meski begitu, secara ytd memang terjadi penurunan sekitar 8,7%. Direktur Utama Bank Ina Daniel Budirahayu pun tak menampik kalau ada tren penurunan giro di kuartal III 2020. Kondisi tersebut menurutnya memang terjadi pada sebagian nasabah yang memerlukan dana giro untuk kebutuhan operasional menjelang akhir tahun. 

Tetapi ke depan pihaknya berharap tren dana giro bisa bergerak naik. Seiring dengan rencana peluncuran internet banking business Bank Ina di akhir tahun yang diprediksi bisa meningkatkan dana giro ke depan.

"Internet banking business sudah soft launching, kami harap bisa mendorong rasio CASA menjadi 14%-15% di akhir tahun," katanya. Catatan saja, per September 2020 rasio CASA Bank Ina memang masih rendah yaitu di level 12,18%. 

Selanjutnya: Pendapatan komisi bank menengah dan bank besar naik, berikut penopangnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×