Reporter: Annisa Fadila | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rasio pinjaman bermasalah alias non performing loan (NPL) industri fitech terus menanjak. Mengacu data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per Juni 2020 NPL fintech mencapai 6,1%. Padahal, di periode yang sama tahun lalu hanya 1,75%.
Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Tumbur Pardede menyebutkan, tingkat NPL yang di level 6,1% masih relatif aman, khususnya di tengah pandemi covid-19. Sebab, mengingat target peminjam fintech P2P lending yang berkategori underbanked dan underserved, yang memiliki tingkat risiko tinggi.
Terlebih, dalam mengajukan pinjaman tidak diberlakukan jaminan asset atas pinjaman online. Oleh sebabnya, angka tersebut masih dianggap wajar, terbukti industri fintech pun dapat bertahan meski pandemi belum tertuntaskan.
Baca Juga: Tekan NPL, begini strategi yang disipkan fintech TaniFund
“NPL di fintech memang jadi ukuran kondisi status peminjam, juga menjadi salah satu basis analisa oleh pemberi pinjaman kepada fintech lending. Sampai Juni, pemberi pinjaman di banyak platform P2P mengerem pemberian dana pinjaman yang disalurkan melalui platform fintech, karena pandemi. Ini berpengaruh pada kemampuan keuangan masyarakat, juga tingkat NPL,” ujar Tumbur kepada Kontan.co.id, Rabu (19/8).
Tumbur menambahkan, dalam hal ini faktor utama menanjaknya NPL fintech karena mayoritas dari borrower fintech pinjaman cepat ada di sektor konsumtif. Oleh sebabnya, saat tingkat permintaan konsumsi masyarakat serta kemampuan keuangan masyarakat turun, membuatnya sulit dalam melunasi pinjamannya.
“Meski begitu sampai saat ini fintech masih stabil, terbukti masih dapat beroperasi. Namun, diharapkan ke depannya industri fintech bisa segera beradaptasi agar bisnisnya segera pulih,” katanya.
PT Lunaria Annua Teknologi alias KoinWorks sebagai pemain P2P Lending juga membenarkan adanya kenaikan NPL. CEO & Co – Founder Koinworks Benedicto Haryono mengatakan, meski NPL Koinworks di level 1%, namun angka ini naik 0,5% dari sebelum pandemi.
Oleh karenanya, untuk menjaga bisnis perusahaan memperketat credit scoring agar kualitas pinjaman dapat terjaga. Koinworks juga melakukan pengecekan secara berkala, guna memastikan bisnis yang didanai oleh lender layak, sehingga meminimalisir adanya gagal bayar.
“Koinworks terus mengantisipasi adanya lonjakan NPL, terlebih perubahan kondisi ekonomi dan bisnis di era adaptasi kebiasaan baru ini. Kami turut memadukan data digital yang dihimpun dengan praktek underwriting process pada industri finansial, untuk menghasilkan credit scoring system yang tepat,” ujar Benedicto.
Asal tahu saja, untuk menjaga bisnisnya Benedicto bilang perusahaan secara rutin melakukan pembaruan credit scoring system secara berkala, juga memberikan relaksasi pembayaran kepada borrower yang terdampak Covid-19. Oleh karenanya, perusahaan optimis dapat menjaga modal lender hingga dua tahun ke depan.
“Koinworks mencatat selama 6 bulan terakhir pengguna meningkat 41%, sehingga total keseluruhan pengguna Koinworks lebih dari 519.000 pengguna yang terdaftar di platform Koinworks hingga Juni lalu. Kami akan memberikan pembuktian kepada users maupun masyarakat bahwa Koinworks mampu mempertahankan bisnisnya,” katanya.
Sementara PT Mitrausaha Indonesia Grup atau dikenal Modalku mencatat NPL saat ini di level 1,77%. Co-Founder & CEO Modalku Reynold Wijaya menyatakan, untuk menekan NPL pihaknya menerapkan responsible lending sebagai langkah mitigasi risiko.
Reynold menyebut, upaya ini merupakan asas operasi Modalku dalam melakukan penilaian terhadap borrower, sekaligus mengetahui kemampuan finansial lender dalam melunasi pinjaman.
Baca Juga: LinkAja bidik transaksi pembayaran tiket digital kapal feri milik ASDP
Perusahaan juga menetapkan assessmen, monitoring dan collection untuk mencegah default yang dilakukan. Assessmen dilakukan secara menyeluruh saat pengajuan pinjaman, tujuannya untuk memastikan borrower memiliki kemampuan untuk melunasi pinjamannya.
Setelah assessmen, Modalku melakukan monitoring secara rutin dengan berkomunikasi secara regular, dengan borrower. Sehingga, jika terdapat kendala bisnis perusahaan dapat mencari solusi untuk borrower.
“Namun jika borrower terlambat membayar, Modalku akan membantu solusi pemenuhan kewajiban melalui aktivitas collection,” jelas Reynold.
Sementara untuk menyelamatkan bisnis dari ancaman pandemi, Modalku fokus membidik industri yang memiliki performa baik. Hal itu seperti sektor Kesehatan dan pengusaha online. Reynold menegaskan, inovasi ke sektor ini menjadi salah satu strategi Modalku untuk berkembang.
“Modalku berharap prospek bisnis kami tetap menunjukkan tren yang positif. Terlebih, di tengah pandemi kami harus beradaptasi juga berinovasi melalui produk-produk pinjaman kepada sektor yang bisa berkembang," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News