kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.597.000   -12.000   -0,75%
  • USD/IDR 16.175   0,00   0,00%
  • IDX 7.166   -66,59   -0,92%
  • KOMPAS100 1.055   -9,60   -0,90%
  • LQ45 831   -12,11   -1,44%
  • ISSI 214   0,13   0,06%
  • IDX30 427   -6,80   -1,57%
  • IDXHIDIV20 512   -6,51   -1,26%
  • IDX80 120   -1,15   -0,95%
  • IDXV30 123   -0,75   -0,60%
  • IDXQ30 140   -2,07   -1,45%

OJK Akui Pertumbuhan Kredit ke Sektor Padat Karya Belum Optimal


Senin, 27 Januari 2025 / 17:35 WIB
OJK Akui Pertumbuhan Kredit ke Sektor Padat Karya Belum Optimal
ILUSTRASI. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun menilai berbagai insentif mampu meningkatkan kredit ke sektor padat karya yang belum optimal.KONTAN/Baihaki/13/1/ 2025


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kredit ke industri padat karya telah menjadi sektor yang paling banyak didorong dengan berbagai insentif. Salah satu yang disiapkan adalah subsidi bunga 5% untuk kredit ke sektor tersebut.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun menilai insentif tersebut mampu meningkatkan kredit ke sektor padat karya yang belum optimal. Pasalnya hanya beberapa sektor saja yang bisa tumbuh baik.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengungkapkan, jika melihat data memang secara umum kredit ke  industri pengolahan masih tumbuh positif hingga 8,68% yoy. Namun, ia menegaskan bahwa kontribusinya hanya berasal dari industri makanan minuman dan tembakau.

Baca Juga: Paradoks Ekonomi Indonesia, Hilirisasi Dimanjakan tapi Industri Padat Karya Dilupakan

Dian menyoroti kredit kepada subsektor tekstil dan pakaian jadi yang masih tumbuh lemah. 

Meskipun, ia melihat sudah sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. 

“Demikian juga kredit kepada sektor konstruksi yang masih tergolong stagnan, meskipun sudah tumbuh positif dibandingkan tahun lalu,” ujarnya dalam keterangan resmi dikutip Senin (27/1).

Di sisi lain, ia bilang penyaluran kredit konsumtif yang terkait sektor padat karya yaitu kredit kepemilikan rumah (KPE) masih tergolong kuat, terlihat dari pertumbuhannya pada November 2024 sebesar 10,38% (yoy). 

Kendati demikian, pertumbuhan kredit kepemilikan properti tersebut didorong oleh kepemilikan rumah tipe 22 ke atas. Sementara, rumah tinggal sampai dengan tipe 21 mengalami penurunan, yang mencerminkan pelemahan permintaan di masyarakat menengah ke bawah.

Baca Juga: Perbankan Optimis Bidik Target Pertumbuhan Kredit UMKM di 2025

Lebih lanjut, Dian mengingatkan meskipun berbagai insentif dan program disiapkan, kredit tentu akan bergantung pada permintaan kredit di masyarakat.

Ia menjelaskan permintaan kredit untuk usaha utamanya manufaktur, sangat ditentukan oleh kondisi ekonomi, kebijakan moneter global dan domestik, daya beli masyarakat, serta peluang pasar untuk ekspansi usaha. 

Untuk itu, ia menegaskan upaya untuk meningkatkan industri di Indonesia tidak hanya dapat dilakukan melalui penyediaan dana perbankan, namun juga harus didukung oleh berbagai faktor lain.

“Contohnya dukungan sumber daya manusia, infrastruktur, kepastian hukum, serta transparansi perizinan dan kemudahan berinvestasi,” tandasnya.

Selanjutnya: AKR Corporindo (AKRA) Incar Laba Rp 2,6 Triliun di 2025, Cek Rekomendasi Sahamnya

Menarik Dibaca: Bali Mayoritas Hujan, Waspadai Hujan Petir di 3 Wilayah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×