Reporter: Benediktus Krisna Yogatama | Editor: A.Herry Prasetyo
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperketat pengawasan industri keuangan non-bank. Dari pengawasan berdasarkan kepatuhan, regulator akan menerapkan pengawasan berbasis risiko.
Untuk mendukung model pengawasan baru ini, OJK menyiapkan dua rancangan peraturan (RPOJK). Pertama, peraturan tentang penilaian tingkat risiko lembaga jasa keuangan non-bank (LJKNB). LJKNB meliputi lembaga dana pensiun, perusahaan asuransi dan reasuransi, serta perusahaan pembiayaan.
Kedua, peraturan yang terkait dengan pemeriksaan regulator kepada industri.
Dengan model pengawasan ini, OJK berharap bisa lebih jelas melihat LJKNB yang sehat maupun berisiko tinggi. Regulator akan membagi perusahaan dalam empat kelompok. Kelompok dengan nilai 0-1 merupakan LJKNB sehat dan memiliki risiko kegagalan rendah. Nilai 1-1,5 untuk perusahaan sehat dengan masalah minor yang bisa meningkatkan risiko kegagalan. Sedangkan skor 1,5-2 untuk perusahaan dengan masalah signifikan yang bisa meningkatkan risiko kegagalan.
Perusahaan yang kurang sehat dan memiliki tingkat risiko kegagalan tinggi tecermin dari perolehan skor 2-3. Sedangkan perusahaan yang tidak sehat dan berisiko tinggi mendapat nilai 3-4. Jika ada penilaian berbeda antara perusahaan dan OJK, yang jadi acuan adalah hasil dari OJK.
Pemeriksaan langsung
Ada delapan aspek risiko yang diperiksa OJK. Yaitu meliputi aspek strategi, operasional, aset dan liabilitas, kepengurusan, tata kelola, dukungan dana, risiko asuransi atau risiko pembiayaan.
Dumoly F. Pardede, Deputi Komisioner OJK untuk Industri Keuangan Non-Bank bilang, klasifikasi ini bertujuan melihat pos-pos dan ukuran-ukuran produk dari IKNB. Jadi, pengawasan maksimal, intensif, dan keputusan penyehatan bisa dilakukan secara cepat. Nasabah dan pemangku kepentingan pun bisa mencegah atau terhindar dari potensi kerugian.
Selain itu, OJK melengkapi pengawasan model baru ini dengan kewenangan pemeriksaan langsung. Jadi, OJK bisa mencari, mengumpulkan, mengolah, dan mengevaluasi data atau keterangan LJKNB.
Pemeriksaan langsung dilakukan jika OJK melihat suatu perusahaan melakukan tindakan yang merugikan LJKNB, atau memperoleh keuntungan tidak wajar, atau mengalami kesulitan keuangan yang dapat mempengaruhi tingkat risiko LJKNB.
Efrinal Sinaga, Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Pembiayaan (APPI) mengatakan, dengan klasifikasi itu, konsumen bisa memilih perusahaan LJKNB yang sehat. Pengelompokan juga akan memacu industri meningkatkan kinerjanya.
Di sisi lain, menurut Julian Noor, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia, pengelompokan tersebut diharapkan memudahkan pengawasan OJK. Sedangkan Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia, Gatut Subadio menilai, tidak ada perubahan mendasar di industri dana pensiun karena sudah melakukan pengawasan model ini sejak dua-tiga tahun lalu .
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News