Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Selang 10 tahun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi regulator industri keuangan di Indonesia. OJK berperan dalam mengatur dan mengawasi sektor pasar modal, perbankan, dan industri keuangan non-bank (IKNB).
Ekonom dan Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah menyatakan secara umum selama 10 tahun terakhir kinerja dan stabilitas industri keuangan cukup terjaga. Hal ini tidak Terlepas dari jerih payah dan upaya OJK sebagai regulator.
“Memang jauh dari sempurna, banyak pekerjaan rumah yang masih belum terselesaikan, Utamanya di industri keuangan non bank. Tetapi secara keseluruhan cukup baik,” ujar Piter kepada Kontan.co.id pada Minggu (21/11).
Ia menyatakan peran OJK sangat besar terutama saat pandemi. Ia menilai OJK cepat tanggap membantu perekonomian menahan terjadi gejolak di perbankan pasar keuangan akibat dampak pandemi.
Baca Juga: Kurangi reputasi buruk, P2P lending didorong beri pendanaan ke sektor produktif
“Kebijakan yang secara tepat mengantisipasi tekanan ke industri keuangan menyebabkan tidak terjadi permasalahan yang berarti di perbankan dan industri keuangan. Contohnya kebijakan kelonggaran restrukturisasi kredit,” paparnya.
Ia melihat, kebijakan ini bisa meredam lonjakan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL). Sampai saat ini, NPL bisa dikelola di bawah 5% dan perbankan mampu mencetak laba walaupun di tengah pandemi.
“Ke depan OJK, kita harapkan bisa mempercepat reformasi IKNB. Menyelesaikan seluruh permasalahan di industri asuransi sehingga IKNB bisa tumbuh mengimbangi perbankan dan pasar modal,” katanya.
Seiya sekata, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin menilai OJK sudah mengawal industri keuangan dengan cukup baik. Tercermin dari berbagai kebijakan yang menjaga perbankan dari berbagai krisis yang terjadi dan menjaga pertumbuhan yang cukup stabil, meski dalam industri yang lain dilihat masih belum efektif.
Baca Juga: Bersiap IPO, Dharma Polimetal akan lepas 15% saham
“Perkembangan digitalisasi perbankan cukup signifikan akhir akhir ini karena dorongan pandemi. Bahkan meningkat seiring dengan keharusan Bank menerapkan teknologi untuk pengembangan bisnis sehingga dapat menjaga pertumbuhan dan persaingan dengan fintech,” tuturnya kepada Kontan.co.id pada Minggu (21/11).
Kendati demikian, ia menilai pertumbuhan dan perkembangan digitalisasi masih cukup lambat. Sebab, pada awalnya masih ada regulasi yang melarang Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) 1 dan 2 untuk memasuki digitalisasi.
“Alasan modal dan biaya teknologi yang tidak murah, namun ini menghambat bank bank tersebut untuk bisa bersaing dengan Bank BUKU 3 dan 4 yang bebas melakukan investasi jor joran di sektor ini. Namun saat ini semua diperkenankan untuk investasi dan berkolaborasi di antara mereka untuk bisa mewujudkan digitalisasi perbankan di tmp mereka,” jelasnya.
Ia menilai OJK masih perlu memperbaiki dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) sektor keuangan. Juga infrastruktur dan keamanan teknologi informasi .
“IT security terkait cybercrime dan pengembangan produk digital yang lebih inovatif dan kejelasan rencana kerja terkait kolaborasi dan pembentukan ecosystem digital di industri keuangan,” pungkasnya.
Selanjutnya: Pasar modal ramai perusahaan teknologi, simak tips dari BEI
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News