Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Hendra Gunawan
NUSA DUA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengisyaratkan menerbitkan aturan main baru di sektor reasuransi dalam negeri. Aturan ini berangkat dari upaya pemerintah untuk mengurangi defisit terhadap neraca pembayaran dari sektor asuransi dan telah ditandatanganinya Peraturan Pemerintah (PP) tentang peningkatan retensi dalam negeri, dua pekan lalu.
Firdaus Djaelani, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK mengungkapkan, setelah terbitnya PP peningkatan retensi dalam negeri, kini tugas wasit industri keuangan untuk melahirkan aturan turunannya. "Pekan depan, kami akan rilis POJK-nya. Disitu kami atur lagi kewajiban perusahaan asuransi untuk meningkatkan retensi sendiri," ujarnya, Kamis (22/10).
Adapun, POJK anyar tersebut akan menggantikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.10/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dan Peraturan Ketua Bapepam Nomor PER-11/BL/2012 terkait Dukungan Reasuransi, Batas Retensi Sendiri, serta Bentuk dan Susunan Laporan Program Reasuransi.
Butir-butir yang akan diatur dalam beleid baru itu, antara lain meningkatkan batasan dukungan reasuransi otomatis proporsional dan non proporsional. Sebelumnya, dukungan reasuransi atau juga dikenal sebagai priority treaty cuma dibatasi 10%. Selain itu, OJK juga akan mulai mengatur mengenai penempatan reasuransi fakultatif. Hal ini belum pernah diatur sebelumnya.
"Tadinya treaty saja yang diatur, nanti di aturan baru juga diatur mengenai fakultatifnya. Itu detil masing-masing lini bisnis ada ketentuannya, berapa untuk asuransi properti, berapa untuk aviasi, dan lain sebagainya. Yang pasti, lini bisnis yang sederhana itu diutamakan di dalam negeri, seperti asuransi kesehatan, kematian, kendaraan bermotor," tegas Firdaus.
Tidak hanya itu, untuk mengoptimalkan peningkatan retensi dalam negeri, OJK juga akan meminta pelaku usaha untuk menyampaikan rencana bisnis terkait treaty yang akan dilakukannya di setiap tahun. "Intinya, kami tidak menutup reasuransi luar negeri. Tetapi, reasuransi dalam negeri harus optimal dulu," terang dia.
Upaya ini dipercaya akan mengurangi defisit neraca pembayaran yang disumbang oleh sektor asuransi. Asal tahu saja, tahun 2013 silam, sektor asuransi membuang premi reasuransi ke luar negeri sebesar Rp 20 triliun. Angkanya terus tumbuh sedikitnya 10% setiap tahun dan diprediksi mencapai Rp 25 triliun sampai akhir tahun depan.
OJK bersama-sama pelaku usaha termasuk Indo Re sendiri menargetkan agar kebijakan anyar ini nantinya mampu mengurangi premi reasuransi yang melayang ke luar negeri paling tidak 25% di tahun pertamanya. Selanjutnya bertahap menahan seluruh premi reasuransi dengan risiko rendah hanya di dalam negeri dan membuang ke luar negeri untuk lini asuransi yang berisiko tinggi.
"Kami, pelaku usaha yang tergabung dalam Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) sudah memberikan saran dan tanggapan kepada OJK terkait POJK yang akan diluncurkan. Kami juga berpartisipasi dalam diskusi untuk memfinalisasi aturan tersebut," imbuh Yasril Y Rasyid, Ketua AAUI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News