Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Sanny Cicilia
NUSA DUA. Kendati industri asuransi belum menjadi prioritas kerja pemerintah Jokowi-JK, pemerintah akhirnya menandatangani Peraturan Pemerintah terkait peningkatan retensi dalam negeri. PP yang diteken pada 7 Oktober 2015 itu akan mengarahkan Otoritas Jasa Keuangan menyusun aturan main agar perusahaan asuransi tidak royal menitipkan premi ke reasuransi luar negeri.
Caranya, dengan membentuk reasuransi raksasa dalam negeri. Maksudnya, perusahaan reasuransi yang memiliki kapasitas besar untuk menahan risiko di dalam negeri. Skemanya, melanjutkan tahapan konsolidasi antara Asei Re dengan Reasuransi Utama Indonesia (RUI) dengan melahirkan Indonesia Reasuransi (Indo Re).
Tahapan selanjutnya adalah rancangan merger yang diselesaikan dalam satu-dua hari ke depan untuk diajukan persetujuan prinsip ke Kementerian Negara BUMN. Ada tenggat waktu 30 hari setelah disetujui untuk melaksanakan merger.
"Tanggal 17 Desember 2015, kami kira sudah bisa tandatangan merger," ujar Frans Sahusilawane, Direktur Utama Indo Re, Kamis (22/10).
Merger yang dimaksudkan Frans adalah penggabungan RUI ke dalam Indo Re. RUI sendiri tidak memiliki bisnis, kecuali yang dilakukan anak usahanya, yakni Reindo.
Tahapan berikutnya, anak usaha RUI tersebut akan melakukan transfer portofolio termasuk seluruh aset, dan sumber daya manusianya ke Indo Re. Transfer portofolio bisnis diperkirakan akan memakan waktu tiga-empat bulan.
Setelah transfer portofolio bisnis, Reindo akan menjadi perusahaan reasuransi murni syariah dan mencari sendiri bisnisnya. OJK berjanji akan memfasilitasi perubahan izin usaha dari perusahaan reasuransi konvensional ke perusahaan reasuransi murni syariah, serta memberikan kemudahan. Hal ini dimaksudkan semata-mata untuk mempercepat operasional reasuransi raksasa.
"Masuknya RUI ke Indo Re akan mendongkrak permodalan kami menjadi Rp 2,3 triliun. Dengan modal sebesar itu, kami harus mampu mencetak premi reasuransi hingga Rp 6,5 triliun di tahun depan. Sampai akhir tahun ini, perkiraan kami preminya masih sekitar Rp 3 triliun," imbuh Frans.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News