Reporter: Feri Kristianto |
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengusulkan agar kewajiban spin off alias pemisahan dari induk usaha di beleid perasuransian diperketat. Menurut regulator, apabila unit syariah asetnya minimalnya sudah mencapai 50% dari aset perusahaan induk baru diwajibkan mandiri.
Usulan ini berbeda dengan isi draf beleid perasuransian yang mewajibkan tiga tahun setelah undang-undang berlaku maka unit syariah wajib melepaskan diri.
Firdaus Djaelani, Kepala Eksekutif Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Dewan Komisioner OJK menegaskan, usulan itu masih berupa wacana. Nantinya tetap diserahkan kepada legislatif untuk memutuskan.
Pertimbangan regulator, unit syariah beraset 50% dari induk usaha dianggap sudah besar. Artinya mampu bersaing dengan industri. Sedangkan yang aset di bawah 50% dari induk sebaiknya diberikan kesempatan untuk berkembang dulu. Jangan buru-buru dipaksakan mandiri.
"Biarkan berkembang dulu, lebih banyak syariah yang untung masyarakat juga," tegasnya pada Selasa (19/2).
Usulan inipun diperkirakan membuat kewajiban unit syariah lepas semakin lama. Karena sebelumnya Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) juga meminta undang-undang perasuransian memberikan tenggat waktu lima tahun.
Menurut M. Shaifie Zein, Ketua Umum AASI, industri asuransi syariah terkendala jumlah sumber daya manusia (SDM) apabila hanya diberi batas waktu wajib mandiri setelah tiga tahun undang-undang perasuransian berlaku. "Masih banyak harus dipersiapkan terutama masalah tenaga kerja," kata Shaifie.
Menariknya, meski aturan belum jelas. Pelaku asuransi sudah ada yang berminat melepaskan unit syariah mereka. Lihat saja Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) tahun ini akan melepaskan Jasindo Takaful. Sahata L Tobing, Direktur Ritel Jasindo mengungkapkan, sekarang ini prosedur pemisahan sedang dalam proses.
Mulai dari produk serta teknologi saat ini dalam proses persiapan supaya mampu berdiri sendiri tanpa mengandalkan induk usaha. Untuk mempercepat proses ini, tahun ini modal Jasindo Takaful ditargetkan mencapai Rp 50 miliar. "Akhir tahun sudah paling cepat," tegasnya.
Sepanjang sembilan bulan 2012, total aset usaha asuransi dan reasuransi syariah mencapai Rp 11,4 triliun. Angka tersebut 3,54% dari total aset industri asuransi Rp 322,2 triliun. Premi bruto industri asuransi dan reasuransi syariah Rp 4,5 triliun, naik 52,9% dibandingkan periode sama tahun 2011. Kontribusi tersebut 3,96% dari total premi asuransi pada kuartal III-2012, Rp 114,4 triliun. Angka itu berasal dari 43 pelaku asuransi syariah. Enam di antaranya merupakan perusahaan full syariah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News