kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pangsa pasar bank cilik makin menciut, OJK soroti soal penguatan modal


Kamis, 09 Juli 2020 / 20:09 WIB
Pangsa pasar bank cilik makin menciut, OJK soroti soal penguatan modal
ILUSTRASI. Pejalan kaki melintas dekat logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta (14/7). Saat ini pangsa pasar perbankan di Indonesia masih dikuasai oleh segelintir bank besar. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/14/07/2016


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan saat ini penguatan permodalan perbankan menjadi salah satu hal terpenting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Walhasil, dalam beberapa tahun terakhir terutama di tahun 2020 OJK pun terus mendorong perbankan untuk melakukan konsolidasi. 

Apalagi persaingan di pasar perbankan sekarang menjadi semakin ketat, dengan dominasi yang cukup kuat dari bank besar. Data menunjukkan, per Mei 2020 terdapat total 110 bank di Tanah Air. 

Baca Juga: Bertransformasi, Bank Jago siapkan strategi digital

Dari jumlah tersebut, sebanyak 58,24% atau mayoritas pangsa pasar aset industri perbankan dikuasai oleh Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) IV yang hanya terdiri dari tujuh bank saja. Ketujuh bank tersebut yaitu PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Central Asia Tbk (BCA), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), PT Bank CIMB Niaga Tbk, PT Bank Panin Tbk, dan PT Bank Danamon Indonesia Tbk. 

Masih dari pangsa pasar aset perbankan, sebanyak 30,44% dikuasai oleh BUKU III yang jumlahnya ada sebanyak 26 bank. Ini artinya, BUKU I dan II yang jumlahnya ada 77 bank hanya mampu pasar sekitar 11,32% saja. "Struktur industri perbankan sekarang memang dikuasai sejumlah kecil bank, dengan market share yang besar," kata Anung, dalam Webinar di Jakarta, Kamis (9/7). 

Tidak berhenti sampai di situ, dari pangsa pasar kredit sebanyak 58,69% rupanya dikuasai oleh 7 bank BUKU IV. lalu 30,26% dikuasai BUKU II dan BUKU I dan II hanya kebagian 11,05% saja. 

Malah, dilihat dari penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dominasi BUKU IV sudah jauh lebih kuat. Tercatat sebanyak 61,27% pangsa pasar perbankan dikuasai oleh BUKU IV. 

Baca Juga: Sektor perbankan Indonesia dikuasai asing? Ini kata OJK

Apalagi, data-data lainnya kalau dilihat lebih rinci memang menunjukkan kalau pangsa pasar BUKU I dan II terus menurun. Gambaran saja, sampai Mei 2020 pangsa pasar aset BUKU I dan II bila ditotal hanya mencapai 11,32%.

Posisi ini sangat rendah kalau dibandingkan dengan periode tahun 2014 akhir yang mencapai 24,48%. "Dalam lima tahun terakhir rata-rata pangsa pasar BUKU I dan II masing-masing turun menjadi hanya sepertiga dan setengahnya," imbuh Anung. 

Dalam dunia bisnis, skala ekonomi memang menjadi faktor penentu kemampuan dan daya saing sebuah perusahaan. Dus, OJK pun telah meminta bank-bank kecil untuk memperkuat permodalan. 

Salah satunya dengan dikeluarkannya kebijakan OJK yang mengharuskan bank untuk memiliki modal inti minimum sebesar Rp 3 triliun dengan tenggat waktu paling lambat 31 Desember 2022 untuk bank umum dan 2024 untuk bank pembangunan daerah (BPD). Hal ini tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2020 tentang konsolidasi bank umum.

Baca Juga: Harga mobil bekas lebih murah, permintaan kreditnya pun mulai melaju

Malah, kewenangan OJK dalam rangka memitigasi risiko perlambatan ekonomi di tengah pandemi ini menjadi lebih luas. Ketentuan yang tertuang dalam POJK 18/POJK/03/2020 tentang Perintah Tertulis Penanganan Permasalahan Bank.

POJK tersebut merupakan turunan dari Perppu 1/2020 yang mengatur isu mengenai perintah tertulis termasuk kriteria bank yang diperintahkan untuk konsolidasi. Dalam Perppu, OJK diberikan perluasan kewenangan untuk memaksa bank melakukan konsolidasi.

Bank yang diperintah berkonsolidasi pun tak bisa menolak, sebab ada sanksi pidana penjara dan denda bagi pihak yang tak menjalankannya.

Anung mengatakan, sejauh ini tambahan modal di BUKU I dan II terutama, terus dilakukan secara gradual oleh pemilik (pemegang saham). Pun, OJK tetap melakukan kajian setiap triwulan dan melakukan stress testing ke perbankan baik secara industri maupun individu. "Lewat kajian-kajian ini, akan diperoleh berapa minimum pengawas harus memaksa pemilik menambah setoran modal," katanya. 

Baca Juga: Ada dukungan pemerintah, BNI optimistis kredit modal kerja tumbuh 5%-6% di tahun ini

Kajian tersebut merupakan salah satu tugas pokok pengawas perbankan, untuk menilai kapabilitas pemilik bank dan kemampuan bank untuk berekspansi ke depan. 

Merespon hal ini, Ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Ryan Kiryanto beranggapan, dalam masa pandemi Covid-19 selain likuiditas, permodalan juga menjadi tiang penentu kemampuan bank untuk bisa bertahan. 

Tanpa permodalan yang mumpuni, secara bertahap bank diyakini Ryan bakal semakin kesulitan untuk terus menjaga operasional kinerjanya dengan baik. "Kuncinya adalah capital. Dengan modal yang cukup, bank akan bisa lebih kuat dalam mempertahankan operasionalnya. Caranya ada dua, yaitu lewat suntikan modal langsung atau menahan agar tidak ada pembagian dividen," ujarnya. 

Baca Juga: Walau saat ini masih stabil, OJK tetap soroti likuiditas dan permodalan bank

Dalam prakteknya, modal dalam perbankan memang digunakan untuk meredam potensi-potensi gangguan keuangan. Misalnya, sebagai pembentukan pencadangan, memitigasi risiko hingga bahan bakar untuk ekspansi.

Semakin besar modal perbankan, tentu menurut Ryan semakin kecil pula risiko yang dihadapi bank dalam menghadapi krisis. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×