Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Desakan untuk melakukan revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) muncul dari kalangan akademisi. Ini menyusul keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait independensi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Seperti diketahui, MK mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian dan menyatakan Pasal 86 ayat (4) UU P2SK inkonstituasional secara bersyarat. Di mana, LPS tidak perlu mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan terkait penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT).
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran Bandung, Susi Dwi Harijanti mengungkapkan putusan MK patut diapresiasi karena secara gamblang menegaskan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan operasional LPS salah satunya pengajuan RKAT harus dengan persetujuan DPR, bukan lagi Menteri Keuangan.
“Jadi mekanisme persetujuannya cukup dengan DPR dan tidak perlu sampai secara detail misalnya sampai satuan tiga,” kata Susi, dalam keterangan resmi yang diterima KONTAN, Senin (20/1).
Ia pun menegaskan bahwa pemerintah dan DPR harus segera merevisi UU P2SK, khususnya tiga frasa yang diminta tiga pemohon yang mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Juni 2024 lalu.
Baca Juga: Martina Berto (MBTO) Targetkan Pertumbuhan Penjualan 15% di Tahun 2025
Menurutnya, desakan untuk merevisi UU tersebut untuk memberikan kepastian hukum sekaligus menegaskan independensi LPS dalam menjalankan tugas, fungsi dan kewenangannya.
“Kalau putusannya sudah keluar seharusnya langsung dijalankan karena norma yang diujikan sudah inkonstitusional, jangan mempertahankan sementara,” tegas Susi.
Sependapat, Pakar Hukum Administrasi Negara dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dian Puji Nugraha Simatupang bilang LPS merupakan badan hukum tersendiri sesuai dengan UU LPS yang mempunyai mekanisme dalam pengelolaan anggaran sejalan dengan karakter kelembagaan LPS yang tetap dijaga transparansi dan akuntabilitasnya.
Ia pun mengingatkan hal penting yang harus diingat pembentuk UU, saat melakukan perubahan tidak boleh lagi memuat norma persetujuan Menteri Keuangan karena bertentangan dengan karakter hukum kelembagaan LPS sebagai badan hukum.
Pada kesempatan lain, Ketua Program Studi Doktor Ilmu Hukum di Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran, Indra Perwira menjelaskan bahwa fungsi monetary dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia sekarang ini dijalankan BI, OJK, dan LPS.
Jika anggaran ketiga lembaga itu disetujui DPR, maka hal itu wajar karena DPR adalah cabang kekuasaan yang pemegang hak budget. Sebaliknya, jika harus disetujui oleh Menkeu, berarti mengubah kedudukan LPS dari suatu lembaga negara menjadi sekedar instansi pemerintahan yang subordinasi pada Menkeu.
“Hubungannya jadi bersifat administrasi. Oleh sebab itu saya menilai putusan MK tersebut sangat tepat, mengembalikan kedudukan LPS sebagai lembaga negara independen,” tegas Indra.
Baca Juga: Dolar AS Terus Menguat, Ambil Peluang Cuan dari Deposito Valas Bunga Kompetitif
Selanjutnya: OJK Berencana Bentuk Konsorsium Program 3 Juta Rumah, Ini Kata Perusahaan Asuransi
Menarik Dibaca: Buka Gerai di Senayan City, Kiki Milano Tawarkan Ragam Produk Kecantikan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News