Reporter: Ferry Saputra | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 40 Tahun 2024 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech peer to peer (P2P) lending. Jika ditelaah secara rinci, dalam POJK Nomor 40 Tahun 2024, terdapat aturan penyelenggara fintech lending dapat membentuk Unit Usaha Syariah (UUS).
Menanggapi hal itu, Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai penyelenggara kovensional tampaknya belum melirik untuk masuk ke segmen syariah saat ini dengan mendirikan UUS. Sebab, cukup rumit dan perlu pertimbangan bagi mereka baik dari sisi aturan hingga pasar.
Nailul menerangkan dalam mendirikan UUS sebenarnya ada beberapa syarat, salah satunya adalah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang tentu membutuhkan tambahan biaya lagi.
"Mungkin bagi beberapa penyelenggara, tidak terlampau sulit menyediakan dana untuk DPS. Namun, untuk sebagian besar penyelenggara, tentu itu menjadi pertimbangan lagi. Terlebih, dalam kondisi industri sedang memenuhi aturan ekuitas minimum," ungkapnya kepada KONTAN, Selasa (18/2).
Baca Juga: Ini Respons AFPI soal Fintech P2P Lending bisa Bentuk Unit Usaha Syariah
Selain itu, Nailul beranggapan fintech lending syariah penetrasinya juga kurang optimal. Terbatas pangsa pasar dan juga perferensi konsumen terhadap produk syariah. Tampaknya, pasar syariah masih belum dilirik oleh penyelenggara konvensional untuk saat ini.
Sementara itu, fintech peer to peer (P2P) lending PT Akselerasi Usaha Indonesia (Akseleran) menyatakan belum memiliki UUS dan belum melihat arah bisnis ke pasar syariah untuk saat ini.
"Kami masih fokus di konvensional dahulu," ungkap Group CEO & Co-Founder Akseleran Ivan Nikolas Tambunan kepada Kontan, Selasa (18/2).
Baca Juga: Resmi OJK, Ini Update Pindar Bermasalah 2024, Cek Daftar Pinjol Legal & Berizin 2025
Sebagai informasi, dalam Pasal 20 ayat (2) POJK 40/2024, disebutkan penyelenggara konvensional yang memiliki UUS wajib memuat maksud dan tujuan untuk menyelenggarakan sebagian kegiatan berdasarkan prinsip syariah dalam anggaran dasar. Pada ayat (3), dijelaskan UUS wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah (DPS). Selanjutnya, ayat (4) menerangkan UUS wajib mempunyai pembukuan terpisah dari penyelenggara induk.
Lebih lanjut, dalam Pasal 21 ayat (1), tercantum syarat membentuk UUS, yaitu harus memiliki modal kerja pada saat pendirian paling sedikit Rp 10 miliar. Pada Pasal 21 ayat (2), disebutkan modal kerja UUS wajib disisihkan dalam bentuk deposito berjangka atas nama penyelenggara dan ditempatkan pada salah satu bank umum syariah atau unit usaha syariah dari bank umum di Indonesia. Adapun modal kerja wajib dituangkan di dalam surat keputusan Direksi yang disetujui oleh Dewan Komisaris.
Selanjutnya, dalam Pasal 22 POJK Nomor 40 Tahun 2024, menerangkan pembentukan UUS wajib memperoleh izin pembentukan UUS dari OJK. Untuk memperoleh izin pembentukan UUS, direksi harus mengajukan permohonan izin pembentukan UUS kepada OJK dengan melampirkan dokumen persyaratan perizinan pembentukan UUS. Selain itu, permohonan izin pembentukan UUS disampaikan kepada OJK bersamaan dengan permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon anggota DPS penyelenggara.
Dalam rangka proses perizinan, UUS perlu melakukan pemaparan model bisnis dan sistem elektronik kepada OJK. Dalam hal terdapat kekurangan dokumen atau diperlukan perbaikan model bisnis dan/atau sistem elektronik berdasarkan hasil pemaparan, OJK dapat menyampaikan permintaan kelengkapan dokumen atau perbaikan model bisnis dan/atau sistem elektronik.
Pada Pasal 25 ayat (1), tercantum penyelenggara yang memiliki UUS wajib memiliki direksi yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan UUS. Artinya, direksi harus memiliki pengetahuan dalam bidang keuangan syariah atau fintech lending berdasarkan prinsip syariah. Selain itu, direksi juga harus punya pengalaman dalam bidang keuangan syariah atau fintech lending berdasarkan prinsip syariah paling singkat 1 tahun, dan berkomitmen dalam pengembangan UUS.
Pada Pasal 26, tertera UUS wajib dipimpin oleh seorang pimpinan UUS yang tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet, tidak termasuk dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi Pihak Utama, dan mempunyai keahlian, pelatihan, dan/atau pengalaman di bidang keuangan syariah atau fintech lending berdasarkan prinsip syariah paling singkat 1 tahun. Adapun ketentuan pembentukan UUS itu berlaku sejak POJK Nomor diundangkan, yakni mulai 27 Desember 2024.
Baca Juga: Peluang Besar, Ini Tantangan Perkembangan Digital dalam Ekonomi
Selanjutnya: Perusahaan Optik Lokal, Kacamatamoo Jajaki Peluang Untuk IPO
Menarik Dibaca: 4 Tips Makeup untuk Interview Kerja, Simple dan Flawless!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News