Reporter: Nina Dwiantika | Editor: A.Herry Prasetyo
JAKARTA. Para pengembang yang bermodal konsep dan brosur, sepertinya harus memutar otak lebih cepat. Dalam kebijakan loan to value terbaru, Bank Indonesia (BI) melarang bank menyalurkan kredit pemilikan properti (KPP) berstatus inden alias belum selesai dibangun.
Namun, BI mengecualikan larangan itu untuk pembiayaan KPP pertama. Syaratnya: ada kesepakatan antara bank dan pengembang.
Pengembang harus menyatakan kesanggupan menyelesaikan properti sesuai yang dijanjikan nasabah KPP. "Perjanjian ini untuk memberikan jaminan nasabah memperoleh rumah," kata Peter Jacob, Direktur Departemen Komunikasi BI. Toh, KPP bank sudah mengucur ke pengembang.
Untuk mendukung kesepakatan itu, pengembang wajib menempatkan deposit di bank. Deposit ini merupakan jaminan bagi bank jika pengembang tak membangun properti sesuai kesepakatan waktu. Jika tidak tepat waktu, pengembang wajib membayar denda dari deposit itu.
Mulyatno Wibowo, Direktur Pemasaran Bank DKI menuturkan sebelum ada aturan BI, Bank DKI telah meminta pengembang menyimpan 5% dana mereka sebagai jaminan pembangunan. Maklum, selama ini ada pengembang yang menggunakan dana bank untuk membeli tanah. "Bukan untuk membangun rumah," tegas Mulyatno.
Tapi Indrastomo Nugroho, Head of Product and Business Credit Consumer Bank BNI menilai kewajiban deposit akan menghambat proses kredit pemilikan rumah, sebab perlu negosiasi berapa besar dana yang akan disimpan pengembang di bank. BNI menjalin kerjasama dengan banyak pengembang.
Eddy Hussy, Sekretaris Jenderal Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia, sepakat, perlu ada sanksi untuk developer yang tidak menyelesaikan pembangunan rumah setelah jatuh tempo. Sebab, pengembang dan bank memiliki kesepakatan dengan debitur. "Perlu ada ikatan dan tanggungjawab antara pengembang dan bank," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News