Reporter: Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) akan berlangsung beberapa bulan mendatang. Untuk itu, Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) mempertanyakan kesiapan perbankan Indonesia menghadapi era tersebut.
"Pertanyaan yang sering mengemuka terkait dengan pemberlakuan MEA 2015 ini adalah kesiapan pelaku usaha nasional menghadapinya? Ini lantaran MEA memberikan peluang yang harus diraih sekaligus tantangan yang harus dihadapi," ungkap Ketua Perbanas Sigit Pramono, di Jakarta Convention Center, Rabu, (22/5).
Ia mengatakan, jika melihat perkembangan indikator makro ekonomi dalam 2-3 tahun terakhir yang memberi sinyal cukup baik, semestinya pemerintah dan pelaku usaha telah siap menyambut MEA ini.
Sedangkan untuk perbankan, MEA ini mulai diberlakukan per tahun 2020. Sigit menilai bahwa rencana integrasi sektor keuangan ASEAN akan memberi arti penting bagi perbankan nasional.
Pasalnya, rencana integrasi sektor perbankan tersebut disikapi oleh negara-negara ASEAN dengan membentuk ASEAN Banking Integration Framework (ABIF). Sigit menilai, framework tersebut akan memberi peluang sekaligus tantangan bagi perbankan Indonesia.
Karena ada 4 hal penting yang diisyaratkan dalam framework tersebut. Pertama, terciptanya harmonisasi regulasi prudensial. Kedua, kesiapan infrastruktur stabilitas sistem keuangan. Ketiga capacity building bagi negara ASEAN yang tertinggal. Lalu keempat, kesepakatan terhadap kriteria Qualified ASEAN Banks (QAB).
"Dari perspektif regulasi, otoritas, atau regulator sektor keuangan tentu harus melakukan harmonisasi ketentuan atau peraturan agar selaras dengan ketentuan dengan negara-negara lain di ASEAN," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News