Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Daya beli masyarakat belum juga menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Hal ini terlihat dari penyaluran kredit konsumer perbankan yang masih lesu.
Berdasarkan data Bank Indonesia, pada Oktober 2025, kredit konsumsi tercatat hanya tumbuh 6,9% secara tahunan. Nilainya mencapai Rp 2.323,6 triliun. Padahal di bulan sebelumnya, kredit konsumsi tercatat masih tumbuh 7,3% mencapai Rp 2.307,9 triliun.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae juga menilai, penyaluran kredit konsumsi masih dalam fase moderasi seiring melambatnya konsumsi rumah tangga pada triwulan III-2025. Meski tetap tumbuh positif, kinerja kredit konsumsi belum menunjukkan percepatan signifikan di tengah daya beli masyarakat yang masih terbatas.
“Pertumbuhan kredit konsumsi sejalan dengan perkembangan PDB yang ditopang oleh konsumsi rumah tangga, namun indikator daya beli masih menunjukkan ruang yang terbatas,” ujar Dian dalam jawaban tertulis dikutip Senin (24/11).
Baca Juga: Tumbuh 232,75% per Oktober 2025, Lini Rekayasa Topang Pertumbuhan Premi Jasindo
OJK juga mencatat adanya kenaikan risiko kredit pada segmen konsumsi. Non-performing loan (NPL) kredit konsumsi per September 2025 naik menjadi 2,37%, dari posisi September 2024 yang sebesar 1,85%.
Menurut Dian, tren ini dipengaruhi oleh moderasi pertumbuhan debitur sektor konsumsi serta tekanan pada pendapatan rumah tangga.
"Pemulihan kredit konsumsi akan sangat bergantung pada perbaikan permintaan domestik, transmisi penurunan suku bunga, serta peningkatan pendapatan masyarakat,” jelasnya.
Perlambatan paling dalam tercatat pada dua jenis kredit utama, yakni Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tumbuh 6,8% pada Oktober 2025, melambat dari 7,2 pada September 2025, dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) minus 2,1%, turun dibandingkan 0,7% pada September 2025.
"Lesunya KKB sejalan dengan penjualan kendaraan bermotor yang masih tertekan dalam setahun terakhir," kata Dian.
Walau demikian, OJK melihat peluang perbaikan permintaan kredit konsumsi pada akhir 2025 hingga awal 2026. Beberapa faktor pendorongnya antara lain, transmisi kebijakan moneter yang semakin efektif, tren penurunan suku bunga kredit, percepatan belanja pemerintah dan investasi swasta, dan kenaikan kebutuhan konsumsi musiman menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Dengan demikian, meski kredit konsumsi belum sepenuhnya pulih, Dian menilai prospeknya masih positif sepanjang faktor fundamental domestik dan transmisi suku bunga terus membaik.
“OJK optimistis ada ruang perbaikan dalam beberapa bulan mendatang, terutama jika stimulus ekonomi dapat tersalurkan lebih cepat,” kata Dian.
Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk, Lani Darmawan, mengakui adanya tekanan pada segmen kredit konsumer, terutama pada segmen KPR akibat tingginya biaya dana dan ketatnya persaingan.
"Tapi beberapa segmen masih menunjukkan pertumbuhan di kuartal ketiga ini, seperti kredit kendaraan bermotor yang naik 18,7% per September 2025 dan Kredit Tanpa Agunan (KTA) yang tumbuh 4,6%, sehingga total kredit konsumsi CIMB Niaga tumbuh 4,3%," jelas Lani.
Lani menegaskan bahwa CIMB Niaga memilih untuk tidak agresif dalam penyaluran kredit demi menjaga kualitas aset. “Saat ini, kualitas aset kami masih terjaga dengan baik,” kata Lani.
Walau demikian, ia optimistis penyaluran kredit konsumer di akhir tahun akan meningkat terutama di dorong oleh adanya momen Natal dan Tahun Baru.
Dalam menjaga pertumbuhan kredit konsumer, pihaknya menerapkan beberapa stretegi, seperti pendekatan berbasis hubungan nasabah dan penetapan harga berbasis risiko (risk-based pricing), dengan mempertimbangkan profitabilitas hubungan jangka panjang.
PT Bank Central Asia (BCA) juga terlihat mencatat penurunan penyaluran kredit konsumer secara kuartalan di kuartal ketiga sebesar 1,3%. Namun secara tahunan masih tumbuh 3,3% yoy menjadi Rp 223,6 triliun.
Hera F. Haryn, EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, mengatakan faktor pendorong pertumbuhan kredit konsumer di kuartal ketiga yakni kenaikan KPR sebesar 6,4% yoy menjadi Rp 138,8 triliun.
Outstanding pinjaman konsumer lainnya (mayoritas kartu kredit) tumbuh 6,9% yoy mencapai Rp 23,5 triliun. Hal ini menurut Hera, selaras dengan peningkatan kebutuhan masyarakat, misalnya pembelian tiket pesawat dan hotel.
"Kami memproyeksikan kenaikan kredit konsumer menjelang Natal dan Tahun Baru, khususnya penggunaan kartu kredit," ujar Hera.
Hera menyebut, pada prinsipnya, pertumbuhan kredit akan sejalan dengan kondisi perekonomian. Ditopang likuiditas yang memadai, BCA senantiasa mendorong penyaluran kredit di berbagai segmen dan sektor, dengan mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko yang disiplin.
Adapun PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BRI) mencatatkan penyaluran kredit konsumer mencapai Rp 222,8 triliun per September 2025, tumbuh sebesar 9,7% secara tahunan.
Corporate Secretary BRI, Dhanny mengatakan, bahwa seiring dengan pertumbuhan kredit yang solid, BRI pun tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit.
“BRI berkomitmen untuk menumbuhkan portofolio konsumer dengan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik. Dengan kualitas kredit yang terkendali, kami optimistis penyaluran kredit konsumer akan terus tumbuh sehat sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” ujar Dhanny.
Direktur Utama BRI Hery Gunardi menambahkan, dalam mendorong penyaluran kredit konsumer, BRI fokus memperluas basis nasabah payroll. Di samping itu, pada bisnis KPR (mortgage), BRI juga memperluas kerja sama proyek dengan pengembang tier-1, serta menjaga ekspansi selektif pada portofolio refinancing dan secondary market.
Sementara itu, pada bisnis pembiayaan kendaraan bermotor (auto loan), BRI memanfaatkan sinergi perusahaan anak untuk memperluas joint financing. Pada bisnis wealth management, BRI akan fokus untuk memperoleh dana murah (CASA) dan menumbuhkan fee-based income.
"Bisnis pembiayaan kendaraan bermotor BRI akan mendorong perusahaan anak untuk bersinergi. Terkait auto loan kita akan terus bangun BRI Finance bahu membahu dengan BRI membangun bisnis KKB," ungkap Hery.
Terkait bisnis bullion service, Hery menyebut pegadaian yang telah memiliki 4.000 cabang di seluruh Indonesia baru saja meluncurkan super app yang bernama Tring. Layanan tersebut ditujukan agar konsumen lebih mudah untuk membeli emas secara digital dan sebagai bagian dari strategi diversifikasi bisnis BRI.
Baca Juga: KPR BWS Luncurkan Bunga Fixed 20 Tahun: Pilihan Cerdas Konsumen
Selanjutnya: Tiket KA untuk Nataru Sudah Dijual, KAI Ingatkan Pelanggan Pesan Tiket Lebih Awal
Menarik Dibaca: Tiket KA untuk Nataru Sudah Dijual, KAI Ingatkan Pelanggan Pesan Tiket Lebih Awal
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













