Reporter: Astri Kharina Bangun |
JAKARTA. Permodalan perbankan nasional yang masih jauh tertinggal dibandingkan perbankan lain di tingkat regional perlu disikapi dengan menciutkan jumlah bank dalam negeri.
"Bank di Indonesia jumlahnya 120-an tapi pendalaman finansial saat ini masih lemah. Rasio kredit dan dana pihak ketiga terhadap PDB baru 27% dan 36%," ujar Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti, Rabu (23/5).
Ia menambahkan, sebetulnya Arsitektur Perbankan Indonesia (API) sudah mengisyaratkan perlunya merger perbankan. Bank-bank yang bergabung ini nantinya bisa difokuskan untuk menggarap sektor tertentu. Misalnya, infrastruktur atau mikro.
"API itu sebetulnya merancang bank-bank dikelompokkan sesuai fungsi, diciutkan, dimerger, supaya permodalan kuat. Soalnya kalau hanya berharap pada pertumbuhan organik akan lama," ungkap Destry.
Ia mencontohkan Bank Mandiri. Dengan laba akhir tahun lalu sebesar Rp 12 triliun, tak semuanya bisa dialokasikan ke modal. Maksimal hanya setengahnya. Nah, kalau cuma mengandalkan tambahan dari laba tentu lama untuk bisa mengejar modal dari bank-bank tetangga.
Sebagai gambaran, akhir tahun 2011 DBS ekuitasnya sudah menembus US$ 25,5 miliar, OCBC sebesar US$ 19,6 miliar, UOB sebesar US$ 17,9 miliar, Maybank sebesar US$ 10,8 miliar, dan Bangkok Bank sebesar US$ 7,8 miliar.
Bandingkan dengan ekuitas Bank Mandiri sebesar US$ 6,9 miliar, BRI sebesar US$ 5,5 miliar, BCA sebesar US$ 4,6 miliar, BNI sebesar US$ 4,1 miliar, Danamon sebesar US$ 2,8 miliar, CIMB Niaga sebesar US$ 2 miliar, dan Panin sebesar US$ 1,7 miliar.
"Ekuitas DBS itu 4 kali lipat-nya Bank Mandiri. Untuk bank yang besar saja mengejarnya harus seperti itu, bagaimana bank-bank kecil? Makanya API perlu lebih ditajamkan, efisiensikan struktur perbankan," ungkap Destry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News