kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.239.000   4.000   0,18%
  • USD/IDR 16.580   -32,00   -0,19%
  • IDX 8.118   47,22   0,59%
  • KOMPAS100 1.119   4,03   0,36%
  • LQ45 785   1,90   0,24%
  • ISSI 286   2,08   0,73%
  • IDX30 412   0,93   0,23%
  • IDXHIDIV20 467   0,39   0,08%
  • IDX80 123   0,45   0,36%
  • IDXV30 133   0,76   0,57%
  • IDXQ30 130   0,07   0,05%

Permintaan Kredit Belum Pulih, Perbankan Masih Rajin Taruh Duit di Surat Berharga


Minggu, 05 Oktober 2025 / 18:40 WIB
Permintaan Kredit Belum Pulih, Perbankan Masih Rajin Taruh Duit di Surat Berharga
ILUSTRASI. Petugas teller melayani transaksi nasabah Maybank Indonseia di Jakarta, Jumat (1/3/2019). Perbankan rajin tempatkan dana likuiditas ke surat-surat berharga, seperti Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belum ada tanda-tanda permintaan kredit di perbankan pulih. Ini tercermin dari langkah bank yang masih menambah penempatan dana likuiditas ke surat-surat berharga, seperti Surat Berharga Negara (SBN) maupun Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Memang, jika melihat imbal hasil dari surat-surat berharga tersebut telah konsisten turun. Namun, ketimbang likuiditas tak digunakan untuk ekspansi kredit, bank memilih memaksimalkannya dengan mendapat imbal hasil dari surat berharga.

Menilik data Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan Dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, perbankan memiliki SBN rupiah senilai Rp 1.366 triliun per 2 Oktober 2025 atau setara dengan 21,16% dari total SBN.

Baca Juga: Pertumbuhan Kredit Lambat, BI Sentil Bank Lebih Suka Taruh di Surat Berharga

Kepemilikan tersebut telah tumbuh cukup signifikan dibandingkan periode akhir 2024 yang hanya senilai Rp 1.051 triliun.

Kepemilikan SRBI oleh perbankan per Agustus 2025, perbankan juga tercatat tumbuh senilai Rp 563,5 triliun atau setara dengan 78,74% dari total SRBI yang ada.

Jika dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2024, bank memiliki SRBI dengan nilai sekitar Rp 560,79 triliun atau setara 60,72 % dari total SRBI.

Presiden Direktur Maybank Indonesia Steffano Ridwan mengatakan, saat ini pihaknya lebih memilih untuk memaksimalkan semua portofolio ataupun excess likuiditas. Oleh karenanya, penempatan dana Maybank di surat berharga juga tumbuh.

Per Agustus 2025, kepemilikan surat berharga oleh bank milik grup keuangan asal Malaysia ini tercatat senilai Rp 42,2 triliun. Bandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya, kepemilikan surat berharga Maybank Indonesia baru tercatat senilai Rp 30,29 triliun.

Baca Juga: Pertumbuhan Kredit di Bawah Target, Akankah Penurunan BI Rate Bisa Mengubah Kondisi?

Di sisi lain, portofolio kredit konvensional Maybank Indonesia secara tahunan tumbuh dari Rp 75,4 triliun menjadi Rp 77,5 triliun. Namun, untuk pembiayaan syariah, Maybank Indonesia mencatat sedikit penurunan dari Rp 30,3 triliun menjadi Rp 29,7 triliun dalam kurun waktu setahun.

Meski demikian, Steffano menegaskan bahwa pihaknya tak semerta-merta menempatkan semua likuiditas yang dimiliki di surat berharga.

Pasalnya, ada batas-batas yang mengatur alokasi penempatan dana milik perbankan, ditambah, pendapatan paling besar tetap berasal dari kredit.

“Cuma untuk excess likuiditas lebih baik untung sedikit daripada tidak sama sekali,” ujarnya.

Sementara itu, Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan mengungkapkan bahwa tentunya perbankan memperhatikan semua instrumen investasi yang ada. Terlebih, untuk memanfaatkan likuiditas yang dimiliki oleh CIMB Niaga.

Baca Juga: BI Rate Dipangkas, Jadi Ruang untuk Mendorong Pertumbuhan Kredit?

“Saat ini likuiditas mulai melonggar dan juga tim treasury memaksimalkan imbal hasil dari likuiditas yang ada,” ujar Lani.

Sebagai informasi, kepemilikan surat berharga oleh CIMB Niaga per Agustus 2025 telah mencapai Rp 87,9 triliun. Nah, untuk periode Agustus 2024, jumlahnya masih di bawah itu atau tepatnya senilai Rp 75,3 triliun.

Menanggapi kondisi ini, Moch Amin Nurdin, Advisor Banking & Finance Development Center (BFDC) berpendapat saat ini surat berharga menjadi instrumen yang paling aman di tengah ketidakpastian ekonomi.

Ditambah,  belum terlihat adanya perbaikan yang signifikan dari penyaluran kredit dan angka-angka pertumbuhan juga masih datar.

Ia pun melihat belum ada tanda-tanda yang menunjukkan arah korporasi untuk ekspansif. Meskipun, beberapa kebijakan sudah dilakukan pemerintah baru beserta seluruh jajarannya, tapi belum mampu menggerakkan roda ekonomi sesuai janji kampanye. 

Baca Juga: Bitcoin Pulih, Ini Target Baru dan Prediksi Harga BTC 1 Juli 2025

“Sampai akhir tahun, saya rasa akan sama, bank sudah berusaha tapi demand yang belum normal, bahkan masih di bawah 2024 dan menurut saya akan lanjut sampai kuartal I/2026,” tandasnya.

Selanjutnya: Tim Satgas Dekontaminasi Cemaran Radiasi Cs-137 di Kawasan Industri Modern Cikande

Menarik Dibaca: IHSG Masih Rawan Konsolidasi, Simak Rekomendasi Saham MNC Sekuritas (6/10)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×