Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan melambat di tahun 2023.
Hal ini tercermin dari data Bank Indonesia (BI) yang mencatat kinerja himpunan DPK terus menyusut dari periode Januari yang masih tumbuh 10,49% secara tahunan (YoY). Namun menuju akhir tahun menyusut dan hanya tumbuh 3,04% YoY per November 2023. Angka tersebut bahkan jauh lebih rendah dibandingkan November 2022 yang tumbuh 8,80% YoY.
Simpanan tabungan dan giro menjadi segmen yang paling menyusut pertumbuhannya. Padahal keduanya memiliki porsi yang cukup besar ke DPK bank, masing-masing sebesar 30,75% dan 31,77% dari total DPK.
Pada November 2023, simpanan giro hanya tumbuh 2,96% (yoy), menurun signifikan ketimbang November 2022 yang tumbuh 18,15% (yoy). Sementara tabungan tumbuh 2,57% (yoy) lebih rendah ketimbang November 2022 yang tumbuh 8,04% (yoy).
Perlambatan pertumbuhan DPK tersebut terutama disumbang kelompok bank berdasarkan modal inti (KBMI) 4 yang mendominasi industri perbankan sebesar 52%. Pada November 2023, pertumbuhan DPK kelompok bank ini hanya 4,08% (yoy), menurun cukup tajam ketimbang November 2022 yang tumbuh 10,32% (yoy).
Baca Juga: Pertumbuhan DPK Konsisten Melambat, OJK Beri Penjelasan
Deputi Direktur di Departemen Surveilans Sistem Keuangan BI Ardhienus mengatakan, ada berbagai kemungkinan penyebabnya. Pertama, pembiayaan kegiatan korporasi lebih banyak menggunakan dana sendiri ketimbang meminjam di bank, sehingga simpanan korporasi di perbankan pun tergerus.
Kedua, adanya alternatif investasi yang memberikan imbal hasil lebih tinggi dari produk perbankan, seperti surat berharga negara (SBN) ritel, reksadana, dan saham.
Ditambah lagi dengan fenomena masyarakat yang makan tabungan, dimana konsumsi masyarakat yang meningkat dan akhirnya berimbas pada kemampuan masyarakat menabung dan membayar cicilan utang yang menurun.
Berbagai faktor ini tentu berimbas pada perlambatan pertumbuhan DPK, dan sudah barang tentu memicu kekhawatiran akan munculnya pengetatan likuiditas perbankan, mengingat pertumbuhan kredit tumbuh justru lebih tinggi mencapai 9,74% (yoy).
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan, likuiditas perbankan akan cenderung mengetat di tahun 2024. Faktornya adalah kinerja kredit yang bertumbuh terdorong pemulihan ekonomi Indonesia.
Menurut perhitungannya, Josua menyebut setiap 1% pertumbuhan kredit akan berkontribusi sebesar 0,3% - 0,5% pada pertumbuhan ekonomi. "Jadi jika ingin ekonomi tumbuh 1% maka kredit harus tumbuh kurang lebih 2%-an," katanya.
Jika kredit terus bertumbuh dan DPK terus melambat, maka pengetatan likuiditas tidak dapat terelakkan lagi. "Namun, walau cenderung mengetat, kami masih melihat likuditas secara umum masih akan relatif ample terdorong beberapa hal," kata dia kepada Kontan, Selasa (9/1).
Penopangnya yakni kebijakan makroprudensial Bank Indonesia yang loggar tahun ini, serta terbukannya ruang pemotongan suku bunga acuan yang diprediksi bakal terjadi di semester kedua tahun 2023.
Selain itu, pertumbuhan DPK pada tahun 2024 dapat terakselerasi karena ada faktor low-base dari pertumbuhan tahun 2023 yang pada saat itu cenderung melemah karena normalisasi DPK pasca pandemi, seperti penggunaan dana internal untuk operasional dan ekspansi perusahaan dan naiknya konsumsi masyarakat.
"Dampak crowding out effect dari SBN pemerintah kami rasa akan terbatas karena besarannya masih di bawah 20% dari kolam likuiditas pada sistem keuangan," kata dia.
Baca Juga: Pada November 2023, Bank BUMN Tetap Jadi Penopang Pertumbuhan Kredit
Senada, Ekonom dan Guru Besar Universitas Indonesia Budi Frensidy juga mengamati adanya pengetatan likuiditas perbankan. "Saya rasa likuiditas mulai ketat tapi rasio loan to deposit ratio (LDR) setahu saya masih di kisaran 90%, Sehingga masih ada ruang," ujarnya.
Di sisi lain sejumlah bankir menyebut likuiditas mereka masih cukup memadai, meskipun ancaman pengetatan likuiditas selalu ada. Direktur Utama PT BPD Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB) Yuddy Renaldi mengatakan, melambatnya pertumbuhan DPK di akhir tahun merupakan upaya perbankan mencoba menjaga agar tekanan suku bunga tidak terlalu berat di akhir tahun.
"Sehingga tidak mendorong pertumbuhan yang terlampau tinggi dan hanya menjaga pertumbuhan dana untuk mengimbangi pertumbuhan kredit dengan rasio yang optimal," kata dia.
Lebih lanjut, Yuddy menyebut, BJB saat ini telah melakukan pengelolaan aset dan liabilitas yang didorong pada titik optimal untuk meminimalisir tekanan biaya dana. Pihaknya juga menjaga pertumbuhan DPK untuk mengimbangi pertumbuhan kredit dan memenuhi rasio likuiditas.
Sementara itu Corporate Secretary Bank Mandiri Teuku Ali Usman mengatakan, dalam menjaga pertumbuhan likuiditas, Bank Mandiri terus mendorong pertumbuhan dana murah (CASA) dalam memperkuat likuiditas secara berkelanjutan.
"Dalam menjaga likuiditas, Bank Mandiri optimistis pada tahun 2024 pertumbuhan DPK masih dapat menopang pemenuhan likuiditas guna menunjang kebutuhan ekspansi bisnis," kata Ali kepada Kontan, Selasa (9/1).
Baca Juga: BTN Bidik Simpanan Deposito Nasabah Tajir Bisa Tembus Rp 10 Triliun Tahun Ini
Ali menambahkan, apabila dibutuhkan Bank Mandiri dapat melakukan pendanaan melalui instrumen wholesale funding sebagai salah satu upaya memperoleh pendanaan stabil jangka menengah dan panjang dengan tetap mempertimbangkan kondisi likuiditas pasar, serta governance yang berlaku.
Adapun sampai November 2023, Bank Mandiri mencatat himpunan DPK secara bank only tumbuh 6,06% yoy menjadi Rp 1.193,23 triliun yang ditopang dana murah atau CASA. Dari jumlah tersebut, total CASA yang berhasil dihimpun mencapai Rp 942,76 triliun, naik 8,69% YoY.
Rasio dana murah atau CASA Ratio Bank Mandiri juga telah berhasil naik menjadi 79% secara bank only pada November 2023. Membaik bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 77,09%.
Baca Juga: Bidik Pertumbuhan Nasabah, Begini Strategi Bank Digital Pada 2024
Sementara, EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F Haryn mengatakan, saat ini, likuiditas BCA tetap terjaga dan memadai. Loan to deposit ratio (LDR) BCA tercatat sebesar 67,4% di sembilan bulan pertama tahun 2023, naik dari 63,3% pada periode yang sama di tahun sebelumnya.
"Pendanaan inti BCA berasal dari pendanaan giro dan tabungan (CASA) yang didukung oleh perbankan transaksi yang handal, dan masih terus tumbuh," kata dia kepada Kontan.
Hera menyebut, BCA senantiasa optimistis untuk menjaga pertumbuhan kinerja di tahun 2024, selaras dengan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positif di tengah tantangan dan dinamika perekonomian dan geopolitik global.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News