Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Regulator dan bankir sepakat penyaluran kredit di 2022 lebih deras dibandingkan tahun ini. Bank Indonesia (BI) menargetkan pertumbuhan kredit perbankan sebesar 6%-8% secara tahunan atau year on year (yoy).
Bank sentral hanya menargetkan pertumbuhan kredit berkisar 4% hingga 6% yoy di penghujung 2021. BI juga memasang target pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 7% hingga 9% yoy di tahun depan, lebih rendah dari target 2021 sebesar 8% hingga 10% (yoy).
"Stabilitas sistem keuangan terjaga, kecukupan modal tinggi, dan likuiditas melimpah. DPK dan kredit akan tumbuh 7-9% dan 6-8% pada 2022," jelas Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pertemuan Tahunan BI 2021, Rabu (24/11).
Target kredit di 2022 didukung oleh penawaran kredit perbankan yang kondusif, suku bunga menurun. Juga likuiditas perbankan yang semakin melimpah, serta lending standard yang membaik.
Baca Juga: Ekonomi makin pulih, perbankan berpacu menyalurkan kredit usaha rakyat
Ia melihat terdapat sembilan sektor atau industri yang siap untuk disalurkan kredit. Mulai dari perkebunan, kimia-farmasi, hortikultura, tanaman pangan.
Kemudian, pengolahan tembakau, makanan-minuman, kayu dan furnitur, kertas, serta pertambangan dan logam. Sedangkan sektor-sektor lain masih memerlukan stimulus untuk dapat tumbuh dan kredit meningkat.
PT Bank CIMB Niaga Tbk optimis kinerja keuangan akan terus membaik di tahun mendatang. Direktur Strategy, Finance & SPAPM CIMB Niaga Lee Kai Kwong menyatakan optimis kredit di 2022 akan lebih kencang dibandingkan taun ini seiring pemulihan ekonomi.
“Meskipun kita mungkin tidak terlalu agresif pertumbuhannya. Saya percaya bahwa kita mungkin tumbuh pada kecepatan sekitar 5% sampai 5,5% tahun depan,” ujar Lee.
Padahal hingga September 2021, CIMB Niaga mengalami penurunan penyaluran kredit 2,2% yoy dari Rp 180,85 triliun menjadi Rp 176,95 triliun. Ini terjadi sesuai dengan strategi perbankan yang semakin fokus ke segmen konsumer dan UMKM.
Baca Juga: Jadi penopang bisnis, pembiayaan konsumer BSI tumbuh 21,43% per kuartal III-2021
Selain itu, ia melihat pendapatan operasional akan terus tumbuh di sekitar 6% hingga 8%. Bank juga akan berupaya terus melakukan efisiensi sehingga pertumbuhan pengeluaran atau biaya operasional hanya tumbuh di bawah 3%.
“Jadi, itu akan memberi kita peningkatan pada laba operasi secara keseluruhan. Kami juga melihat peningkatan pada perkiraan kerugian kredit kami. Kami percaya bahwa kerugian mungkin akan berkurang dari level saat ini 5% hingga 10%, ini akan memberikan peningkatan keuntungan antara mungkin 15% hingga 20%,” paparnya.
Bank Rakyat Indonesia (BRI) juga memproyeksikan kredit tumbuh 6% hingga 7% yoy sepanjang 2021. Direktur Utama BRI Sunarso menyatakan pertumbuhan kredit bisa naik di kisaran 8% pada 2022.
“Sumber pertumbuhannya ada dua, pertama nasabah yang sudah ada kita bimbing untuk naik kelas. Kemudian, nasabah yang belum masuk ke perbankan. Kelasnya sudah kita siapkan dengan Holding Ultra Mikro,“ paparnya.
BRI berhasil menyalurkan kredit secara konsolidasi mencapai Rp 1.026,42 triliun hingga September 2021. Nilai itu tumbuh 9,74%% yoy dibandingkan posisi yang sama tahun lalu. “Kredit ini ditopang oleh kredit UMKM yang tumbuh 12,5% yoy menjadi Rp 848,6 triliun. Sehingga porsi kredit UMKM di BRI terus naik menjadi 82,67% terhadap total portofolio kredit,” ujarnya.
Bank Negara Indonesia (BNI) menargetkan kredit tumbuh sekitar 7% hingga 9% di 2022 mendatang. Sedangkan pertumbuhan DPK diproyeksi naik di kisaran 6%-7%.
"Guna menyikapi potensi ekonomi tahun 2022, kami sudah siap dengan rencana bisnis dengan fondasi yang kita bangun tahun 2021. Kredit akan kami targetkan mendekati double digit, kami akan ekspansi kredit di semua lini bisnis," kata Direktur Utama BNI Royke Tumilaar.
Baca Juga: Bank akan pilih pertahankan status UUS jika spin off tak lagi mandatory
Ia percaya masih ada momentum ekspansi dengan suku bunga yang rendah di tahun depan. Hal ini didorong dengan upaya pemerintah dalam menjaga perekonomian.
Kendati demikian, ia merasa rencana kenaikan bunga The Fed sebagai tantangan. Kenaikan tersebut tentu akan berdampak pada kebijakan suku bunga dalam negeri sehingga akan berdampak pada kenaikan biaya dana perbankan. Oleh karena itu, Royke melihat diperlukan relaksasi dari BI agar bisa mendukung pertumbuhan kredit dengan suku bunga yang rendah.
"Kami harapkan kebijakan relaksasi terkait GWM dan RIM dapat diperpanjang agar bisa tekan COF Bank," katanya.
Selain itu, perlu adanya regulasi agar menjaga level kompetisi yang sehat karena saat ini mulai marak bank melakukan pemasaran produk tabungan tingkat suku bunga yang relatif tinggi sekarang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News