Reporter: Issa Almawadi | Editor: Dessy Rosalina
BANDUNG. Sebentar lagi, era layanan keuangan digital (LKD) dan branchless banking bakal terwujud. Dua otoritas perbankan yakni Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bergandengan tangan menyinergikan aturan main layanan itu.
BI dan OJK menghimbau bank agar mematangkan sistem LKD dan branchless banking, khususnya sistem keagenan.
Baik LKD maupun branchless banking menggunakan dua konsep agen yaitu agen individu dan agen berbadan hukum (perusahaan). BI dan OJK bakal memantau ketat sistem dan pelaksanaan agen individu. Syarat utama dari regulator bagi agen individu adalah memiliki usaha dengan lokasi tetap, minimal atau lebih dari dua tahun.
Syarat lain, agen individu harus mengatongi surat lulus uji tuntas atau due dilligence dari bank peserta LKD atau branchless banking. Enny V. Panggabean, Direktur Eksekutif Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM BI, mengatakan, pihaknya menyarankan agar bank memiliki teknologi checking agent.
Teknologi ini bertujuan mengantisipasi praktik agen palsu. Teknologi ini diharapkan bisa mendeteksi identitas agen. Manfaat lain, teknologi ini mencegah agen memungut biaya tambahan dari nasabah. Enny juga menyarankan agar agen individu bekerja kepada satu bank dan satu layanan saja.
"Jangan sampai agen bekerja untuk dua bank atau lebih. Ini menyangkut likuiditas mereka," ucap Enny. Senada, Gandjar Mustika, Kepala Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK, mengatakan, bank perlu membuat sistem yang mumpuni agar pelaksanaan LKD maupun branchless banking bisa termonitor dengan baik. "Tidak ada batasan jumlah agen," terang Gandjar, Sabtu (23/8).
OJK membatasi praktik agen individu. "Kami batasi minimal BUKU II karena selain modal, beberapa syarat lain tidak mungkin dipenuhi bank BUKU 1," kata Gandjar. Catatan saja, LKD diawasi BI karena menggunakan instrumen uang elektronik (e-money) Sementara, OJK mengawasi branchless banking karena berbasiskan rekening.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News