kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.911.000   -2.000   -0,10%
  • USD/IDR 16.226   -37,00   -0,23%
  • IDX 6.878   -3,19   -0,05%
  • KOMPAS100 1.002   -0,07   -0,01%
  • LQ45 766   -0,64   -0,08%
  • ISSI 227   0,63   0,28%
  • IDX30 394   -0,39   -0,10%
  • IDXHIDIV20 456   -1,33   -0,29%
  • IDX80 112   0,04   0,04%
  • IDXV30 114   0,89   0,79%
  • IDXQ30 128   -0,45   -0,35%

Respon Rapat dengan DPR, OJK akan Susun POJK tentang Ekosistem Asuransi Kesehatan


Kamis, 03 Juli 2025 / 22:18 WIB
Respon Rapat dengan DPR, OJK akan Susun POJK tentang Ekosistem Asuransi Kesehatan
ILUSTRASI. Rapat Kerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Komisi XI DPR RI pada Senin (30/6/2025).


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menyusun Peraturan OJK (POJK) tentang Penguatan Ekosistem Asuransi Kesehatan. Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK Ismail Riyadi menerangkan langkah itu dilakukan sebagai tindak lanjut Rapat Kerja OJK dengan Komisi XI DPR RI pada 30 Juni 2025. Ismail juga menyampaikan penyusunan POJK tersebut juga akan dikonsultasikan dengan Komisi XI DPR RI.

"Ketentuan mengenai penguatan ekosistem asuransi kesehatan nantinya akan berlaku secara efektif dengan diterbitkannya POJK tersebut. Dengan demikian, dapat memberikan dasar hukum yang lebih kuat dan cakupan pengaturan yang lebih menyeluruh," ucapnya dalam keterangan resmi, Kamis (3/7).

Sehubungan dengan itu, Ismail menyampaikan ketentuan dalam Surat Edaran OJK Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan (SEOJK 7/2025) yang seharusnya efektif berlaku 1 Januari 2026 ditunda dan akan diatur kembali dalam POJK yang akan disusun.

Ismail menambahkan penyusunan POJK tersebut bertujuan untuk memastikan penerapan tata kelola dan prinsip kehati-hatian yang lebih baik dalam penyelenggaraan produk asuransi kesehatan. Pada saat yang sama, dia bilang POJK itu juga diharapkan dapat memberikan manfaat nyata bagi seluruh pihak di dalam ekosistem asuransi kesehatan, mulai dari masyarakat sebagai pemegang polis/tertanggung, perusahaan asuransi, dan fasilitas layanan kesehatan.

Baca Juga: OJK Resmi Menunda Kebijakan Co-Payment 10% Asuransi Kesehatan

"OJK juga akan terus memperkuat koordinasi dan komunikasi dengan seluruh pemangku kepentingan untuk menciptakan ekosistem asuransi kesehatan yang adil, transparan, dan tumbuh secara berkelanjutan," kata Ismail.

Sebelumnya, dalam rapat dengan OJK, Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menilai kebijakan mekanisme co-payment sebagaimana tercantum dalam SEOJK 7/2025 memicu pro dan kontra. Sebab, mewajibkan peserta menanggung minimal 10% dari total klaim, dengan batas maksimal Rp 300.000 untuk rawat jalan dan Rp 3 juta untuk rawat inap.

Menurutnya, regulasi tersebut seharusnya dibahas lebih menyeluruh bersama DPR, bukan hanya didasarkan pada kajian eksternal, seperti yang dilakukan bersama Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyaraka (LPEM FEB) Universitas Indonesia.

"Kami selama ini tidak pernah punya masalah dengan OJK. Kami sering melakukan konsinyering. Namun, soal ini tidak pernah disampaikan. Tiba-tiba keluar aturan seperti itu," ujar Misbakhun dalam rapat kerja bersama OJK di Gedung Parlemen DPR, Senin (30/6).

Misbakhun juga mendesak OJK untuk menunda implementasi kebijakan tersebut hingga aturan yang lebih matang disusun dalam bentuk Peraturan OJK (POJK), bukan hanya surat edaran yang lemah secara struktural dan hukum.

Baca Juga: AAUI Apresiasi Penundaan Kebijakan Co-Payment Asuransi Kesehatan

Senada dengan Misbakhun, Anggota Komisi XI DPR RI Eric Hermawan menilai kebijakan co-payment berpotensi lebih memberatkan masyarakat, dibanding memberikan solusi.

"Co-payment justru membebani rakyat. Mereka tidak dilibatkan dalam penyusunan kebijakan, padahal yang akan paling terdampak adalah mereka (rakyat), justru perusahaan asuransi yang diuntungkan," ucapnya.

Lebih lanjut, Eric meminta agar kebijakan co-payment ditunda paling tidak hingga 2027. Dengan demikian, ada waktu yang cukup untuk pengkajian ulang.

Menanggapi kritik DPR, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dan Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono, menyatakan kesiapannya untuk mengikuti arahan DPR.

Meskipun demikian, Ogi tetap menekankan bahwa kebijakan co-payment penting untuk memperbaiki ekosistem asuransi kesehatan, mengingat rasio klaim yang sudah mendekati 100% dan mengancam keberlanjutan industri.

"Tahun lalu saja rata-rata premi sudah naik lebih dari 40%. Co-payment adalah salah satu langkah untuk menjaga keberlanjutan ekosistem asuransi kesehatan," kata Ogi. 

Baca Juga: OJK Tunda Co-Payment Asuransi Kesehatan, AAUI Tekankan Pentingnya Fleksibilitas

Selanjutnya: Begini Cara Mudah Naikkan Limit Kartu Kredit yang Wajib Moms Tahu di 2025

Menarik Dibaca: Begini Cara Mudah Naikkan Limit Kartu Kredit yang Wajib Moms Tahu di 2025

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×