Reporter: Mona Tobing | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Memasuki kuartal terakhir tahun ini, penyaluran dana perusahaan pembiayaan mulai melambat. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (SEKI) Bank Indonesia mencatat, pertumbuhan pembiayaan pada Oktober 2012 merupakan yang terendah dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Nilainya
Rp 298,54 triliun, cuma tumbuh 0,3% dibandingkan September senilai Rp 297,2 triliun.
Sebagai pembanding, pada Agustus ke September, multifinance mencatat pertumbuhan 1%, dari Rp 294,02 triliun menjadi Rp 297,2 triliun. Sedangkan selama Juli-Agustus ada kenaikan sebesar 1,3%. Pertumbuhan tertinggi terjadi di Juni - Juli, sebanyak 2,1%.
Situasi di Oktober lantaran penurunan pembiayaan leasing sebanyak 0,9%, dari Rp 10,7 triliun menjadi Rp 106,9 triliun. Sedangkan pembiayaan konsumen naik 1,08% menjadi Rp 187,48 triliun.
Tren perlambatan sebenarnya telah terlihat sejak empat bulan sebelumnya. Data Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) menunjukkan, sejak Juli nilai pembiayaan terus menyusut. Penurunan paling drastis terjadi di September, mencapai 25% ketimbang bulan-bulan sebelumnya.
Sejak Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 43/PMK.010/2012 soal uang muka berlaku di Juni, nilai pembiayaan multifinance terus menurun. Dari Juni ke Juli nilai pembiayaan turun 8,9% menjadi Rp 18,9 triliun.
Selanjutnya, di Juli ke Agustus kembali turun 7% menjadi Rp 17,5 triliun. Puncaknya, di Oktober nilai pembiayaan turun hingga 28% ketimbang September dari Rp 16,7 triliun menjadi Rp 12,97 triliun.
Ninoy T. Matheus, Direktur Utama Bima Finance, mengatakan pada tahun ini terjadi banyak peristiwa yang berdampak bagi industri. Selain aturan uang muka, beleid yang mewajibkan multifinance mendaftarkan jaminan fidusia juga ikut menekan. "Lalu makin tertekan karena di September harga komoditas turun. Berdampak pada daya beli masyarakat," kata Ninoy, Kamis (6/12).
Terakhir, di Oktober bisnis pembiayaan semakin menurun karena implementasi kebijakan pemerintah tentang kualitas batubara domestik yang bisa dipakai. Tahun depan Ninoy memprediksi, nilai pembiayaan mulai membaik. Bima Finance misalnya, menargetkan pembiayaan tumbuh 10%. Pendorongnya, kondisi makro menjelang Pemilu 2014. "Permintaan bisa tinggi, karena kebutuhan kendaraan dari beberapa organisasi massa juga banyak," kata Ninoy.
I Dewa Made Susila, Direktur Keuangan PT Adira Dinamika Multifinance (Adira Finance), mengatakan pihaknya telah mengantisipasi situasi di tahun ini dengan menurunkan target pembiayaan dari Rp 31 triliun menjadi Rp 29 triliun. Tahun depan, rencana kenaikan bahan bakar minyak (BBM) akan menjadi batu sandungan bisnis pembiayaan. "Jika BBM naik, pemulihannya bisa antara 3 bulan sampai 4 bulan," terang Made.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News