kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.943.000   -7.000   -0,36%
  • USD/IDR 16.306   0,00   0,00%
  • IDX 7.490   -13,57   -0,18%
  • KOMPAS100 1.062   5,79   0,55%
  • LQ45 796   5,98   0,76%
  • ISSI 254   -0,56   -0,22%
  • IDX30 410   -1,10   -0,27%
  • IDXHIDIV20 470   0,28   0,06%
  • IDX80 120   0,90   0,75%
  • IDXV30 124   0,93   0,76%
  • IDXQ30 131   0,00   0,00%

Sektor UMKM Hadapi Banyak Tantangan, Kredit Macet Kian Bengkak


Jumat, 08 Agustus 2025 / 05:30 WIB
Sektor UMKM Hadapi Banyak Tantangan, Kredit Macet Kian Bengkak
ILUSTRASI. Pungutan yang semakin besar pada pelaku usaha di platform e-commerce mengakibatkan margin keuntungan UMKM semakin tipis. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/rwa.


Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masih menghadapi berbagai tantangan. Pertumbuhan ekonomi yang lesu masih menghantui para debitur UMKM.

Kehadiran platform e-commerce bahkan tak sepenuhnya membantu. Paltform e-commerce ramai-ramai memungut biaya. Tiktok Shop by Tokopedia misalnya akan memberlakukan biaya pemrosesan order sebesar Rp 1.250 per setiap pesanan yang berhasil terkirim oleh penjual per 11 Agustus 2025.

Shopee, pada Juli 2025 telah lebih dulu mengumumkan biaya baru pemrosesan order untuk penjual dengan biaya yang sama.

Baca Juga: BI Harap Pameran KKI Dorong Promosi UMKM Naik 40% Tahun Ini

Hal ini pun turut berdampak pada non performing loan (NPL) di sektor UMKM yang kian meningkat. Pada Mei 2025 berada di level 4,49% dari April 2025 yang berada di level 4,36%. Bahkan NPL UMKM di Mei menjadi NPL tertinggi dari tahun lalu yang masih ada di level 3,76% pada Desember 2024.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara pun mengamini, efek dari adanya pungutan yang semakin besar pada pelaku usaha di daring atau platform e-commerce ini mengakibatkan margin keuntungan dari pelaku usaha skala UMKM itu semakin tipis.

Apalagi kata Bhima mereka juga dibebankan untuk melakukan promosi, dan pasar e-commerce ini adalah pasar yang sebenarnya red ocean, yang artinya barang sejenis identik banyak maka harus memenangkan persaingan dengan cara membanting harga.

"Nah ini efeknya kepada NPL perbankan tentu juga harus diwaspadai karena pinjaman ke UMKM NPL-nya kan udah di atas 4,4% per Mei. Jadi ini yang menjadi salah satu resiko yang harus segera dimitigasi oleh perbankan. Nah banknya harus gimana? Tentunya bank harus lebih selektif lagi melakukan pinjaman di luar dari Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada pelaku UMKM," jelas Bhima kepada kontan.co.id, Kamis (7/8).

Baca Juga: Shopee Catat Ekspor 10 Juta Produk UMKM Selama Semester I-2025

Menurut Bhima, UMKM juga tertekan karena suku bunga pinjamannya masih cukup tinggi. Ini yang membuat penyaluran kreditnya juga nanti akan terpengaruh lebih rendah pertumbuhannya.

Bhima menyebut, selain selektif dalam melakukan penyaluran, perbankan juga perlu melakukan pendampingan, tidak sekedar memberikan pinjaman tapi juga membuka peluang.

"Walaupun berjualan di platform e-commerce mungkin ada peluang bagaimana melakukan marketing atau pemasaran digital sehingga bisa memiliki nilai tambah atau bisa memiliki unique value dibandingkan kompetitor sejenis. Jadi tetap harus didampingi diberikan market intelligence. Nah itu yang mungkin harus diberikan input terus kepada para debitur UMKM," ungkapnya.

Di sisi lain, NPL UMKM bank-bank besar pada semester I-2025 terlihat mulai alami perbaikan. Ambil contoh, PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan basis UMKM terbesar mencatatkan NPL UMKM 4,96% pada Juni 2025. Angka ini terlihat susut dari NPL UMKM di Juni 2024 yang berada di level 5,05%. Namun demikian, secara kuartalan NPL UMKM BRI masih terlihat tinggi. Di Maret NPL UMKM ada di level 4,67%.

Hingga akhir Triwulan II 2025, rasio NPL BRI secara keseluruhan juga tercatat membaik dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu menjadi 3,04%.

Baca Juga: Kemendag Dorong Ekspor Produk UMKM lewat Penjualan Online

Direktur Manajemen Risiko BRI Mucharom mengungkapkan bahwa, perbaikan tersebut dicapai seiring dengan upaya pertumbuhan yang selektif, serta optimalisasi penagihan dan recovery.

“BRI juga tetap menyediakan pencadangan yang memadai dengan NPL Coverage sebesar 188,84%. Rasio ini mencerminkan tingkat kewaspadaan dan kehati-hatian (prudential) yang tinggi dalam mengantisipasi potensi risiko ke depan. Dengan coverage ratio yang sangat memadai," ungkapnya.

Menurutnya, BRI tidak hanya mampu menjaga stabilitas neraca secara berkelanjutan, namun juga memberikan keyakinan kepada investor, regulator, dan seluruh stakeholders bahwa perseroan memiliki fundamental yang kuat dalam menghadapi dinamika ekonomi dan tantangan pasar.

Sementara itu, Direktur Micro BRI Akhmad Purwakajaya mengungkapkan bahwa untuk mendorong pelaku usaha tumbuh sehat dan berkelanjutan, BRI juga terus memperbaiki kualitas layanan di bisnis mikro agar prosesnya lebih cepat dan mampu menjawab kebutuhan nasabah.

Baca Juga: Gubernur BI Beberkan Tiga Alasan UMKM Jadi Pilar Penting Perekonomian RI

“Salah satunya adalah dengan melakukan business process reengineering untuk bisnis mikro BRI, dimana inisiatif ini akan berfokus pada empat area utama yakni human capital, business process & model, product & policy enhancement, serta risk management & data capabilities”, jelasnya.

Di sisi lain, NPL PT Bank Negara Indonesia (BNI) di segmen kecil pada semester I-2025 ada di level 3,8%. Angka ini terlihat sudah turun secara tahunan dari 4,2% di Juni 2024 dan secara kuartalan di Maret 2025 yang ada di level 4,3%.

Walau demikian, General Manager Divisi Bisnis Usaha Kecil Bank BNI Sunarna Eka Nugraha mengungkapkan bahwa beberapa tantangan masih membayangi sektor UMKM seperti, ketidakpastian ekonomi global, penurunan konsumsi, serta tekanan biaya operasional yang dihadapi pelaku usaha. 

“BNI bersama pemerintah terus berupaya mendukung UMKM melalui berbagai langkah, seperti restrukturisasi kredit, pendampingan usaha, dan penyesuaian strategi pembiayaan," ujarnya.

Adapun Presiden Direktur CIMB Niaga, Lani Darmawan menyampaikan, bahwa situasi perekonomian saat ini memang belum cukup kondusif bagi pelaku UMKM. 

Baca Juga: E-Commerce Kompak Tarik Biaya Pemrosesan, idEA Ingatkan Risikonya bagi UMKM

Hal ini berdampak pada menurunnya kemampuan bayar debitur di segmen tersebut. Meski demikian, Lani mengklaim bahwa rasio NPL UMKM di CIMB Niaga masih berada dalam batas stabil. 

"NPL CIMB Niaga secara konsolidasi sangat baik di 1,88% di semester I tahun ini, lebih baik dari industri. Untuk NPL UMKM ada di sekitar 4% yang relatif lebih baik secara yoy," tutur Lani.

Lani menyebut, UMKM mempunyai margin yang bagus walaupun secara NPL lebih tinggi dibandingkan dengan korporasi. Ia pun memperkirakan NPL UMKM akan berada di antara 3,9%-4,2% di tahun ini.

Selanjutnya: Trump Tunjuk Stephen Miran Isi Kekosongan Sementara di Dewan Gubernur The Fed

Menarik Dibaca: Simak Ramalan Zodiak Hari Ini Jumat, 8 Agustus 2025: Kejutan Finansial & Karier

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×