kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45912,11   2,80   0.31%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Siap daftarkan tagihan, para kreditur perbankan akan ikuti proses PKPU Duniatex


Kamis, 03 Oktober 2019 / 19:43 WIB
Siap daftarkan tagihan, para kreditur perbankan akan ikuti proses PKPU Duniatex
ILUSTRASI. Pabrik tekstil Duniatex Group


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap enam entitas Duniatex Group telah dikabulkan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Semarang, Senin (30/9). 

Melalui putusan tersebut, Duniatex Group kini wajib merestrukturisasi seluruh utangnya kepada kreditur yang terdaftar di muka pengadilan.

Pasca putusan pengadilan, proses PKPU akan dikawal oleh pengurus PKPU yang ditunjuk. Mereka kelak akan membuka pendaftaran tagihan dari seluruh kreditur Duniatex.

“Rapat kreditur pertama akan kami selenggarakan pada Rabu (9/10) mendatang,” kata Pengurus PKPU Duniatex Group Alfin Sulaiman kepada Kontan.co.id, Kamis (3/10).

Sejumlah bank yang memberikan kredit kepada Duniatex pun siap mendaftarkan tagihannya dalam proses PKPU.

Baca Juga: PKPU Duniatex dikabulkan

“Pada prinsipnya tagihan harus didaftarkan, nanti kami juga akan mempelajari skema restrukturisasi yang akan disampaikan dalam proses PKPU,” kata Direktur Bisnis Korporasi PT Bank Negara Indonesia Tbk Putrama Wahju Setyawan kepada Kontan.co.id.

Dalam paparan publik BNIakhir Juli lalu, bank berlogo angka 46 ini mengaku memiliki eksposur kredit senilai Rp 459 miliar kepada Duniatex Group. Eksposur tersebut berasal dari utang kredit bilateral senilai Rp 158 miliar, dan utang sindikasi senilai Rp 301 miliar.

Nilai tagihan tersebut yang mesti didaftarkan dalam proses PKPU. Nilainya berpotensi meningkat mengingat bunga pinjaman yang terus berjalan hingga tanggal putusan pengadilan.

Putrama menambahkan meski sudah berstatus PKPU, status kredit BNI ke Duniatex Group juga masih berada di level kolektibiltas 2. Satu level sebelum masuk kategori non performing loan (NPL).

“Kecuali, kalau diputuskan pailit baru akan masuk NPL. Saat ini juga kan masih berproses,” lanjutnya.

Head of Finance PT Delta Merlin Textile (DMDT) Teguh Santoso dalam keterbukaan informasi di Bursa Singapura, Senin (30/9) juga menyatakan meski telah menyandang status PKPU, perusahaan akan tetap beroperasi alias going concern.

Direktur Kredit PT Bank Danamon Tbk (BDMN) Dadi Budiana menyatakan akan ambil langkah serupa. Pihaknya juga akan mendaftarkan tagihannya dalam proses PKPU Duniatex.

“Secara normatif kami pasti akan ikut mendaftarkan tagihan dan proses PKPU yang berlangsung,” katanya kepada Kontan.co.id.

Dari laporan Debtwire, hingga Maret 2019 Bank Danamon tercatat masih memiliki eksposur kredit senilai US$ 15 juta atau setara Rp 217 miliar. Saat ini statusnya masih dalam kolektibilitas 2.

Sementara Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) Haru Koesmahargyo sebelumnya sempat menyatakan BRI ingin eksposur kredit Duniatex bisa diselesaikan secara bilateral tanpa melalui proses PKPU.

Haru beralasan sebab eksposur kredit BRI dijamin oleh aset tetap Duniatex. BRI dan Duniatex sebelum proses PKPU sejatinya telah menyepakati skema restrukturisasi dimana salah satu opsinya BRI bisa melakukan penjualan aset-aset Duniatex yang diagunkan.

Bank terbesar di tanah air ini tercatat memiliki eksposur kredit senilai Rp 1,4 triliun, dan memagang jaminan dengan rasio 127% dari total nilai eksposur kreditnya. Setelah diputus PKPU pun, Haru bilang BRI akan ikut proses restrukturisasi.

“Kalau arahnya seperti itu (PKPU) kami tentu akan restrukturisasi. Kami pun termasuk kreditur yang pertama meningkatkan status kredit Duniaetx ke level kolektibilitas 2,” katanya.

Baca Juga: Siap dimintai keterangan Bareskrim, kreditur Duniatex bilang pemberian kredit prudent

Sebelumnya sumber Kontan.co.id yang terlibat dalam proses restrukturisasi utang Duniatex sebelum PKPU menyatakan setidaknya sudah ada kesepakatan restrukturisasi antara Duniatex dengan tujuh kreditur perbankan. Ketujuh kreditur tersebut punya total tagihan lebih dari Rp 4 triliun.

Dari penelusuran Kontan.co.id setidaknya ada tiga bank yang mengaku telah disodorkan skema restrukturisasi. Mereka adalah BRI, PT Bank Mega Tbk (MEGA), dan PT Bank BNI Syariah. 

Sumber Kontan.co.id juga mengatakan bahwa skema yang sudah disepakati secara bilateral akan masuk dalam proposal perdamaian yang akan ditawarkan dalam PKPU.

Sementara ketika dikonfirmasi Kuasa Hukum Duniatex Aji Wijaya dari Kantor Hukum Aji WIjaya & Co bilang saat ini pihaknya masih fokus untuk melanjutkan operasi perusahaan.

“Pasca putusan PKPU saat ini kami akan fokus dulu dalam melanjutkan operasional perusahaan. Konsep restrukturisasi masih kami matangkan,” katanya kepada Kontan.co.id.

Perkara PKPU terhadap entitas Duniatex diajukan oleh salah satu pemasoknya yaitu PT Shine Golden Bridge. Perkara terdaftar dengan nomor 22/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN Niaga Smg pada 11 September 2019 lalu.

Sedangkan enam entitas Duniatex yang jadi termohon adalah PT Delta Merlin Dunia Textile (DMDT), PT Delta Dunia Textile (DDT), PT Delta Merlin Sandang Textile (DMST), Delta Dunia Sandang Textile (DMST), PT Delta Setia Sandang Asli Tekstil (DSSAT) and Perusahaan Dagang dan Perindustrian Damai alias Damaitex.

Mengutip Debtwire, dalam permohonannya, Shine Golden menagih utang senilai Rp 1,69 miliar atau setara US$ 121.000. Shine Golden juga disebut hendak menyeret entitas properti Duniatex yaitu PT Delta Merlin Dunia Properti (DMDP) ke dalam proses PKPU, meskipun DMDP tak jadi termohon dalam perkara.

Selain tengah menghadapi perkara PKPU, enam entitas Duniatex tersebut kini juga tengah diinvestigasi oleh Bareskrim Polri. Mereka diduga melakukan fraud, penggelapan, pengabaian, dan pencucian uang terhadap utang-utangnya.

Perkara kredit macet Duniatex bermula dari kegagalan DDST membayar bunga senilai US$ 13,4 juta pada 10 Juli 2019 atas pinjaman sindikasi senilai US$ 260 juta.

Kegagalan tersebut kemudian merembet. DMDT yang menerbitkan obligasi global senilai US$ 300 juta pada 12 Maret lalu gagal membayar bunga pertamanya senilai US$ 12,9 juta pada 12 September 2019.

Dari catatan Debtwire, enam entitas Duniatex hingga Maret 2019 memiliki total utang senilai Rp 18,79 triliun. Utang ini berasal dari 24 pinjaman bilateral perbankan, tiga utang sindikasi, dan satu utang obligasi DMDT.

Baca Juga: Gagal bayar obligasi berbuntut panjang, pendiri Duniatex memohon PKPU sukarela

Perinciannya, utang DDST senilai Rp 2,92 triliun, kemudian DMDT senilai Rp 5,71 triliun, DDT senilai Rp 4,68 triliun, DMST senilai Rp 3,26 triliun, DSSAT senilai Rp 2,13 triliun, dan Damaitex senilai Rp 97 miliar.

Sementara itu Bos Duniatex Group Sumitro juga diketahui telah mengajukan permohonan PKPU terhadap dirinya sendiri. Permohonan diajukan pada 25 September 2019 dengan nomor perkara 25/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN Niaga Smg.

Permohonan PKPU secara sukarela oleh Sumitro dilakukan lantaran ia juga turut menjaminkan harta pribadinya sebagai agunan kepada bank atas utang yang diterima perusahaannya. 

Utang sindikasi DMDT senilai US$ 215 juta misalnya turut dijamin secara pribadi oleh Sumitro. Sejumlah lahan miliknya juga turut jadi agunan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×