Reporter: Ferry Saputra | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Permasalahan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 yang tak kunjung usai tampaknya membuat sejumlah pemegang polis (pempol) mencari jalan lain untuk mendapatkan haknya, termasuk menempuh jalur hukum.
Diketahui, sebanyak 274 pemegang polis Bumiputera telah menggugat AJB Bumiputera 1912 dengan nomor perkara 778/Pdt.G/2023/PN.JKT.SEL. Kini, statusnya masih persidangan di Pengadilan Jakarta Selatan.
Adapun 274 pempol selaku Penggugat menuntut kerugian sebesar Rp 20,68 miliar dan permohonan immateril Rp 30 juta kepada masing-masing Penggugat.
Baca Juga: Serikat Pekerja Bumiputera: Sistem Operasi Belum Nyala
Terbaru, Kuasa Hukum 274 Pemegang Polis Bumiputera Frengky Richard Mesakaraeng menerangkan sidang pada 7 Februari 2024 beragendakan mendengarkan kesaksian ahli dari Penggugat.
Adapun ahli yang didatangkan pada persidangan tersebut, yakni Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo.
Frengky mengatakan Irvan sebagai ahli menyampaikan terkait kondisi Bumiputera dan polis yang sudah habis kontrak.
Dia menerangkan Tergugat tidak ada keberatan terkait dengan keterangan ahli.
Baca Juga: Sistem Operasional Belum Pulih, Karyawan AJB Bumiputera Layani Nasabah Secara Manual
"Kata Irvan, Bumiputera tidak sehat, tetapi masih lancar operasi dan masih memberikan fasilitas kepada pejabat-pejabatnya. Selanjutnya, Bumiputera juga tidak perlu izin OJK untuk membayar polis nasabah meskipun dalam pengawasan khusus OJK, bahkan menurut aturan yang berlaku Bumiputera bisa menjual aset untuk menyelesaikan kewajibannya. Selanjutnya, ahli juga menyampaikan jika nasabah yang sudah habis kontrak, tidak dibebankan lagi untuk menanggung kerugian perusahaan. Hal itu berbeda bagi mereka yang polisnya masih aktif, tetapi dengan syarat mereka memegang polis dengan hak pembagian laba," tutur Frengky menjelaskan jalannya persidangan kepada Kontan, Minggu (11/2).
Sementara itu, Saksi Ahli Irvan Rahardjo dalam keterangan resminya mengatakan upaya AJB Bumiputera untuk membayar kewajiban klaim kepada nasabah bak jalan berliku yang tak berujung.
“Meski sudah kerap berganti nama manajemen, perusahaan asuransi berbentu mutual itu juga belum mampu melunasi klaimnya kepada nasabah. Masih ada peluang bagi Bumiputera untuk bisa bertahan di tengah hantaman badai krisis likuiditas,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (7/2).
Irvan menjelaskan langkah realistis yang bisa dilakukan manajemen Bumiputera untuk kembali menyehatkan keuangan perusahaan adalah menjalankan proses demutualisasi.
Baca Juga: OJK Telah Memanggil Manajemen AJB Bumiputera Imbas Sistem Operasional yang Mati
Dengan demikian, kata Irvan, kelak perusahaan tak lagi berbentuk perusahaan mutual, tetapi perseroan terbatas (PT).
“Dengan badan hukum berbentuk PT, maka Bumiputera akan lebih mudah meraih pemasukan dengan cepat, caranya dengan mendatangkan investor ke perusahaan. Setelah berbentuk PT, banyak investor yang tertarik untuk masuk ke Bumiputera,” jelasnya.
Irvan menegaskan, pintu masuk bagi Bumiputera untuk melakukan demutualisasi sudah terbuka lebar. Pemerintah melalui UU nomor 4 tahun 2023 tentang P2SK pasal 77 menegaskan bahwa usaha bersama dapat melakukan perubahan bentuk badan hukum menjadi PT.
“Jadi, yang paling mungkin dilakukan Bumiputera untuk menyehatkan keuangannya adalah keluar dari bentuk mutual,” katanya.
Sebelum menghadirkan saksi ahli dari Penggugat, pada 31 Januari 2023 telah digelar juga pemeriksaan saksi dari Penggugat.
Baca Juga: OJK: Target Rencana Penyehatan Keuangan AJB Bumiputera Tidak Tercapai
Frengky menyampaikan persidangan tersebut menghadirkan 3 orang saksi dari Penggugat. Dia bilang dari 3 orang saksi itu, mereka masing-masing punya polis yang telah jatuh tempo dan tak dibayarkan.
"Seharusnya menurut anggaran dasar, mereka mendapatkan laba perusahaan setiap tahun. Namun, kenyataannya mereka atau saksi menyampaikan selama periode investasi 15 tahun tidak pernah mendapatkan laba perushaan atau ikut dalam rapat pemilihan Badan Perwakilan Anggota (BPA). Dengan demikian, kamu menyimpulkan sebenarnya para pemegang polis tersebut murni selaku nasabah bukan sebagai anggota Bumiputera," ungkapnya.
Frengky juga menerangkan Bumiputera itu menganggap bahwa seluruh pempol harus menanggung kerugian perusahaan apabila terjadi kerugian.
Sebab, para pempol itu merupakan anggota dari Bumiputera, tetapi kenyataannya yang dimaksud dengan anggota Bumiputera secara anggaran dasar itu mereka yang menerima laba perusahaan dan ikut dalam pemilihan BPA.
Baca Juga: AJB Bumiputera 1912 Tak Kunjung Sehat, Berujung Gugatan 274 Pemegang Polis
Ternyata, kata dia, setelah diperiksa, para pempol tersebut tak pernah menerima laba perusahaan dan juga tak pernah mendapatkan undangan pemilihan BPA jauh sebelum Bumiputera mengalami gagal bayar.
"Mereka (pempol atau saksi) mulai investasi dari 2004 dan terakhir 2019. Selama itu, mereka enggak pernah mendapat hak yang diatur dalam anggaran dasar. Bagaimana pempol mau ikut menanggung kerugian perusahaan, sedangkan selama investasi mereka tak pernah mendapatkan laba perusahaan?" katanya.
Frengky menyatakan, para saksi saat diprospek penawaran produk asuransi, para agen juga tak pernah menyampaikan hal terkait menjadi pemegang saham perusahaan maupun akan mendapatkan laba.
Dalam polis mereka juga tak diatur bahwa mereka akan mendapatkan laba. Dalam angaran dasar itu jelas, mereka akan mendapatkan laba perusahaan di tahun kedua investasi. Kenyataannya itu tak pernah ada," ujarnya.
Oleh karena itu, Frengky mengatakan para saksi itu memang murni sebagai nasabah bukan sebagai anggota Bumiputera.
Adapun sidang lanjutan Bumiputera akan digelar kembali pada 28 Februari 2024 dengan agenda Kesimpulan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News