Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Handoyo .
Namun ia menilai bank digital juga memiliki kelebihan yang cukup besar dengan analisis big data yang besar. Bank digital pun mengklaim bisa mengontrol rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL). Lantaran risk management nya sudah tersaring.
“Saya lihat market nya beda, karena yang konvensional itu segmen korporasi atau komersial juga kurang cocok di bank digital. Cocoknya di kecil dan ultra mikro. Jadi perbedaannya di sana,” tambahnya.
“Bank digital ini ke depannya, tidak akan semuanya tidak akan bertahan. Dari segi aset lebih kecil dibandingkan big cap. Jadi beberapa saja yang bisa masuk dan bersaing di market cap besar. Selain bank Jago, saya lihat potensinya AGRO. Jumlahnya tidak begitu banyak,” jelasnya.
Tapi bank konvensional ini akan tetap jadi dominan, persaingannya sebetulnya di bank digital saja. Tapi ada lagi fintech seperti Bukalapak dan Goto, jadi persaingannya lebih tinggi. Jangka pendek akan ada penyesuaian.
“Bank digital kan banyak diminati oleh investor ritel sedangkan investor institusi tetap melihat pada angka fundamental dan profitable ke depan dan dividen. Pada satu titik akan kembali ke situ. Tapi jangka pendek, karena kenaikan investor ritel yang sangat tinggi sehingga saham bank digital itu mengalami kenaikan dan return-nya saya lihat juga sangat tinggi,” paparnya.
Ia menekankan boleh saya bagi investor manapun menempatkan dananya di saham bank digital ataupun bank digital. Tapi yang penting ada value dan growth investor. Paling penting ini masuk akal atau tidak.
“Memang yakin dan didukung data yang kuat ya tidak masalah. Kalau kita suka fundamental yang bagus, bank konvensional lebih lengkap datanya saat ini. Sehingga proyeksinya masih bisa diperkirakan dibandingkan bank digital. Jadi harus berhati-hati. Jangan sampai beli kucing dalam karung,” tambahnya.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja menyatakan di pasar modal memang terdapat dua jenis investor yakni value investing maupun trader jangka pendek. Ia menilai pembelian saham oleh trader pun banyak ragamnya mulai dengan fundamental, stories, dengar kiri kanan, maupun ikut-ikut.
“Namun itu bisa berubah saat financial statement dipublikasi. Tapi intinya performance lah yang menentukan apakah saham itu kayak dibeli atau tidak. Waktu yang akan membuktikan. Menurut saya, apakah dividen dan profitnya,” tambah Jahja.
Selanjutnya: Biaya dana perbankan melandai di semester I-2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News